Masa Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid
Masa Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid
a. Awal pemerintahan
Menyusul penolakan MPR terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie dan pengunduran Habibie dalam bursa calon presiden, memunculkan dua calon kuat sebagai presiden, yaitu Megawati dan Abdurrahman Wahid semakin solid, setelah calon Presiden Yusril Ihza Mahendra dari Fraksi Partai Bulan Bintang mengundurkan diri.
Pada pemilu yang di selenggarakan pada 1999, PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Partai PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak, tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Adanya suara suara keberatan jika Megawati terpilih sebagai Presiden terutama dari partai partai Islam mendorong Amin Rais pada tanggal 7 Oktober 1999 membentuk Poros Tengah yang merupakan koalisi partai partai Islam.
Maka melalui Voting Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak ke 2 saat itu, dipilih sebagai presiden Indonesia ke-4 untuk masa bakti 1999 – 2004 dan dilantik dengan Ketetapan MPR No VII/MPR/1999. Tanggal 21 Oktober 1999 Megawati terpilih menjadi Wakil Presiden RI dengan Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid.
K.H. Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden pada tanggal 20 Oktober 1999. Pemilihannya berjalan dengan demokratis dan transparan. Beliau yang biasa disebut Gus Dur dicalonkan sebagai presiden oleh Poros Tengah, yaitu Fraksi Persatuan Pembangunan, Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Bulan Bintang.
Pidato pertamanya setelah terpilih sebagai presiden memuat tugas-tugas yang akan dijalankannya, yaitu sebagai berikut:
1. Peningkatan pendapatan rakyat.
2. Menegakkan keadilan mendatangkan kemakmuran.
3. Mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.
4. Pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN)
Pembentukan DEN dimaksudkan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia yang belum pulih akibat krisis yang berkepanjangan. Ketua DEN adalah Prof. Emil Salim dengan wakilnya Subiyakto Cakrawerdaya, Sekretaris Dr. Sri Mulyani Indrawati. Anggota DEN adalah Anggito Abimanyu, Sri Ningsih, dan Bambang Subianto.
Ketika hubungan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan Poros Tengah tidak harmonis, DPR mengeluarkan Memorandum I dan II untuk menjatuhkannya dari kursi kepresidenan. Sebagai reaksi baliknya, presiden mengeluarkan maklumat pada tanggal 28 Mei 2001 dan menjawab Memorandum II dengan jawaban yang dibacakan oleh Menko Politik, Sosial dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 29 Mei 2001, yang antara lain isinya membekukan lembaga MPR dan DPR.
b. Langkah langkah kebijakan Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Selama masa pemerintahannya , pemerintah Abdurahman wahid mengeluarkan kebijakan kebijakan yang beberapa diantaranya dinilai kontroversial, yang juga berakibat pada renggangnya hubungan dengan unsur unsur Lembaga negara yang lainnya.
Kebijakan Kebijakan pemerintah Abdurrahman Wahid , diantaranya :
1) Meneruskan kehidupan demokratis seperti pemerintahan sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya Tionghoa ).
2) Merestrukturisasi lembaga pemerintah seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efisien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk dewan keamanan ekonomi nasional).
3) Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai panglima tertinggi dalam militer dengan mencopot Kapolri yang dijabat oleh Rusmanhadi karena tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
4) Pemberian referendum kepada Aceh. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut.
5) Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua, dan mengijinkan pengibaran Bendera Bintang Kejora di bawah Bendera Merah Putih.
6) Membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres.
7) Pada bulan Februari 2000, Abdurrahman Wahid meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto. Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDIP.
8) Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.
9) Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.
10) Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
c. Akhir Jabatan Presiden Gusdur
Akhir jabatan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid terjadi ketika berlangsung Rapat Paripurna MPR pada tanggal 21 Juli 2001. Rapat tersebut dianggap sebagai Sidang istimewa MPR. Keputusan yang diambil sidang istimewa tersebut sebagai berikut:
1. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid diberhentikan secara resmi sebagai presiden berdasarkan Ketetapan MPR No. II Tahun 2001.
2. MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. III tahun 2001 untuk menetapkan dan melantik Wakil Presiden Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri sebagai presiden kelima Republik Indonesia.
K.H. Abdurrahman Wahid meninggal pada umur 69 tahun hari Rabu jam 18.40 WIB tanggal 30 Desember 2009 di RSCM Jakarta, dimakamkan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.
0 Response to "Masa Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid"
Post a Comment