Konflik di Asia Tenggara
Konflik di Asia Tenggara
a. Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan
Konflik Indonesia dan Malaysia berkaitan dengan sengketa pulau Sipadan dan Ligitan |
Merupakan sengketa antara Indonesia dan Malaysia atas kepemilikan dua pulau di Selat Makassar, yaitu pulau Sipadan (luas 50.000 m2) dan pulau Ligitan (luas 18.000 m2).
Berawal pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan hukum laut antara kedua negara, yang secara bersamaan mengklaim Sipadan dan Ligitan ke dalam wilayahnya. Pada pertemuan tanggal 22 September 1969, kedua negara menyetujui Memorandum of Understanding (MoU) yang menetapkan Sipadan dan Ligitan dalam status quo, yang berarti kedua pulau tidak boleh ditempati maupun dimanfaatkan oleh Indonesia dan Malaysia. Tetapi, Malaysia menggunakan kesempatan ini untuk membangun fasilitas pariwisata, perlindungan terhadap satwa penyu, dan pembangunan mercusuar.
Sengketa ini diselesaikan melalui ICJ (International Court of Justice) yang dalam sidangnya tahun 2002, bukti-bukti yang diajukan oleh Malaysia lebih memperkuat kedudukannya.
b. Konflik Laut Cina Selatan dan Kepulauan Spratly
engketa atas Kepulauan Spratly |
Kepulauan Spratly dikelilingi oleh negara Indonesia, Malaysia, Vietnam, Brunai Darussalam, Cina, Taiwan, dan Philipina. Pada awalnya kepulauan ini tidak layak huni, karena berupa gugusan karang laut. Namun, klaim terhadap wilayah ini muncul setelah ditemukan potensi sumber daya alam, berupa minyak bumi, gas, dan letaknya yang strategis di lintas perdagangan antarnegara.
Konflik mulai memanas pada tahun 1947. Proses damai di Laut Cina Selatan yang diprakarsai ASEAN belum dapat membuahkan hasil hingga saat ini.
c. Konflik Thailand dan Kamboja
Konflik antara kedua negara terjadi akibat sengketa kepemilikan Kuil Preah Vihear. Kuil ini terletak di antara distrik Choam Khsant (Kamboja) dan distrik Kantharalak (Thailand).
Pada tahun 2008, kuil peninggalan abad XI ini dimasukkan ke dalam daftar budaya dunia oleh UNESCO. Hal ini disambut gembira oleh rakyat Kamboja, tetapi justru memicu masalah bagi Thailand. Akibatnya, terjadi kontak senjata antara tentara Kamboja dan Thailand di dekat Kuil Preah Vihear pada tanggal 15 Oktober 2008.
Thailand kemudian meminta DK PBB untuk mengerahkan pasukan pemelihara perdamaian. Tetapi, oleh PBB diambil jalur diplomasi antara keduanya dan ketua ASEAN (Marty Natalegawa). Hasilnya, antara Thailand (diwakili oleh Menlu Kasit Piromya) dan Kamboja (diwakili oleh Hun Sen) akan menyelesaikan konflik dengan cara damai.
0 Response to "Konflik di Asia Tenggara"
Post a Comment