Ciri, Agenda, dan Proses Terjadinya Reformasi Serta Kronologis Jalannya Reformasi
Ciri, Agenda, dan Proses Terjadinya Reformasi Serta Kronologis Jalannya Reformasi
A. Ciri, Agenda dan Proses terjadinya Reformasi
1. Ciri-Ciri Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama ke tatanan kehidupan baru yang lebih baik. Gerakan reformasi juga memiliki beberapa ciri, antara lain sebagai berikut:
a. Gerakan reformasi dilakukan karena adanya penyimpangan-penyimpangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada masa pemerintahan Orde Baru banyak terjadi penyimpangan asas kekeluargaan menjadi nepotisme, praktik kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945. Tujuan reformasi bidang politik adalah demokratisasi, kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan berpolitik rakyat yang lebih besar.
b. Gerakan reformasi dilakukan berdasarkan suatu cita-cita Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indoneia. Reformasi pada prinsipnya adalah suatu Gerakan untuk mengembalikan kepada dasar nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang dicita- citakan oleh bangsa Indonesia. Tanpa landasan iedologis yang jelas maka Gerakan reformasi akan mengarah kepada anarkisme dan disintegrasi bangsa dan negara Indonesia seperti yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.
c. Gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada kerangka UUD 1945 sebagai kerangka dasar Gerakan reformasi. Reformasi akan mengembalikan sistem kenegaraan pada dasar serta sistem negara demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat seperti terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Reformasi bertujuan untuk mengembalikan dan melakukan perubahan kearah sistem negara hukum sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari tekanan penguasa, dan legalitas hukum. Tujuan reformasi bidang ekonomi adalah penyehatan sector ekonomi dan kesejahteraan rakyat berupa perbaikan dalam masalah perbankan, perdagangan, dan koperasi yang bebas KKN. Selain itu, sistem monopoli atau oligopoly dihapuskan dan dilakukan penyelesaian masalah hutang luar negeri secara konstruktif.
d. Reformasi diarahkan menuju suatu perubahan kehidupan kenegaraan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik.Perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek, seperti bidang politik, ekonomi, social, budaya serta kehidupan keagamaan. Dengan kata lain, Gerakan reformasi bertujuan ke arah peningkatan harkat dan martabat rakyat Indonesia sebagai manusia seutuhnya. Dalam bidang hukum, fokus Gerakan reformasi adalah penegakan hukum dan keadilan. Sesuai dengan peranan hukum yang diharapkan ikut mengubah perilaku masyarakat maka dibentuklah berbagai peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntuntan reformasi. Misalnya, diciptakan UU kepailitan, dihapuskan UU subversi, dan dibebaskannya napol serta tapol dalam rangka menjunjung hak asasi manusia.
e. Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 merupakan suatu Gerakan yang berujuan untuk melakukan perubahan dan pembaruan, terutama perbaikan tatanan perikehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan social. Dengan demikian, Gerakan reformasi telah memiliki formulasi atau gagasan menuju terwujudnya Indonesia baru.
2. Agenda Reformasi
Setelah pelantikan Kabinet Pembangunan VII dan terpilihnya Kembali Presiden Suharto untuk masa jabatan ke 6 (1998-2003), pada awal bulan Maret 1998, situasi politik nasional semakin memanas. Para mahasiswa dan aktivitas LSM melakukan demonstrasi menentang kepemimpinan Suharto selama SU MPR 1998 dan menuntut pergantian kepemimpinan nasional. Terjadinya kriris multidimensi di Indonesia mengundan keprihatinan mahasiswa dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
Pada bulan Mei 1998, mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak untuk menggelar unjuk rasa dan aksi keprihatinan yang menuntut turunnya harga Sembilan bahan pokok (sembako), dihapuskannya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), dan lengsernya Suharto dari kursi kepresidenan. Menurut Muhammad Najib, isu-isu yang digulirkan dalam demonstrasi mahasiswa 1998 berisi agenda reformasi, seperti suksesi kepemimpinan nasional, penghaspusan Dwi Fungsi ABRI, dan pemberantasan KKN.
a. Suksesi Kepemimpinan Nasional
Terpilihnya Kembali Presiden Suharto untuk ketujuh kalinya menimbulkan gelombang protes di seluruh Indonesia. Berbagai unsur masyarakat sipil, seperti aktivis LSM, mahasiswa, akademisi dan jurnalis independent mulai menyuarakan tuntutan suksesi kepemimpinan nasional. Tuntutan masyarakat tersebut mewakili aspirasi masyarakat yang mengalami krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan Presiden Suharto yang dianggap menjadi penyebab terjadinya krisis multidimensi di Indonesia. Selanjutnya, tuntuntan politik rakyat tersebut berkembang menjadi aksi-aksi protes dan demonstrasi damai di berbagai kampus untuk menutut agar Presiden Suharto mengundurkan diri. Protes antipemerintah tersebut semakin marak setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Selanjutnya, aksi protes tersebut mulai meluas dengan ikut sertanya rakyat yang merasa mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah yang dianggap tidak mampu mengatasi krisis moneter yang membebani kehidupan rakyat. Pada awalnya demonstrasi yang digulirkan masyarakat mengajukan tuntutan agar pemerintah mengatasi krisis ekonomi. Namun, karena masyarakat menganggap bahwa aspirasi politiknya diabaikan oleh pemerintahan Orde Baru, tuntutan reformasi ekonomi tersebut berkembang menjadi reformasi total dan dilaksanakannya sidang istimewa MPR untuk menuntut pengunduran diri Suharto.
b. Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
Salah satu agenda reformasi yang digulirkan Gerakan mahasiswa adalah penghapusan Dwi Fungsi ABRI. Dominasi politik ABRI tersebut menjadi salah satu ciri pemerintahan Orde Baru. Dengan memakai konsep Dwi Fungsi, kekuatan social politik ABRI merambah berbagai sekotr kehidupan masyarakat. Misalnya, dibidang birokrasi, dominasi militer terlihat dari pengisian jabatan-jabatan di pemerintahan yang diisi oleh perwira militer. Oleh karena itu, mahasiswa menuntut agar militer tidak berpolitik praktis dan dikembalikan posisinya sebagai kekuatan pertahanan negara yang profesional.
c. Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Salah satu tuntutan agenda reformasi yang digulirkan oleh berbagai elemen mahasiswa adalah pemberantasan KKN. Salah satu budaya yang merebak di segala sector kehidupan pada masa Orde Baru adalah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Bebagai perilaku kejahatan pejabat ORBA yang emrugikan masyarakat dan menguntungkan para pejabat dan kroni-kroni Orde Baru tersebut merupakan salah satu penyebab krisis multidimensi di Indonesia. Hal itu disebabkan karena perilaku KKN tersebut memunculkan sistem ekonomi biaya tinggi yang membebani keuangan negara. Selain itu, budaya KKN yang dilakukan para pejabat Orde Baru tersebut telah menguras sumber ekonomi negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan, Pendidikan, dan pembangunan prasarana fisik lainnya. Di lain pihak perilaku nepotisme cenderung merugikan masyarakat karena lebih menguntungkan anggota keluarga atau kroni pejabat untuk memperoleh kemudahan serta kesempatan- kesempatan dalam dunia usaha.
3. Proses terjadinya Reformasi
Mungkin ada yang tahu ini gambar mengenai apa, yah ini adalah gambar pendudukan gedung DPR dan MPR yang ada diwilayah Senayan , peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1998, dan inilah yang kita maksud dengan peristiwa Reformasi.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan beberapa wilayah Asia Tenggara sejak Juli 1997 mempunyai kaitan erat pada krisis politik yang terjadi di Indonesia. Kondisi Indonesia yang terbilang mengkhawatirkan saat itu, menyebabkan pelarian modal besar-besaran ke luar negeri sehingga terjadi tekanan terhadap rupiah. Hal ini mengakibatkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang tadinya Rp 2.441/US$ (Juli 1997)menjadi Rp 3.035/US$ (Agustus1997), Rp 4.650/US$ (Desember 1997), Rp 7.450/US$ (Januari 1998), Rp 10.550/US$ (Maret 1998), Rp 9.200/US$ (Mei 1998).
Krisis moneter yang kemudian menjelma menjadi krisis ekonomi ini, kemudian membuka tabir krisis-krisis lainnya terutama krisis moral di tubuh pemerintahan saat itu, yang diduga banyak melahirkan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Pada saat krisis moneter tersebut terjadi, harga bahan-bahan pokok naik dan keberadaannya langka, pekerjaan sulit didapat, pengangguran bertambah, angka putus sekolah meningkat, akibatnya pengangguran dan kemiskinan meningkat drastis, bahkan terjadi inflasi yang tinggi.
Krisis ekonomi ini menggoyahkan rezim Presiden Soeharto yang memang legitimasi politiknya sudah semakin melemah. Andil faktor politis itu juga menjadi penyebab terjadinya krisis finansial yang lebih besar dibandingkan negara lain. Menjelang berakhirnya kekuasaan Soeharto, para pejabat orde baru banyak melakukan perjanjian simbolik dan beberapa langkah kebijakan ekonomi yang tujuannya untuk mencoba mengatasi keadaaan dan mempertahankan kekuasaan (buying time). Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah dua kali pertemuan dengan tim International Monetary Fund (IMF) pada Oktober 1997 dan Januari 1998, membiarkan dolar Amerika bergerak bebas pada Agustus 1997, likuidasi enam belas bank pada November 1997, dan menyusun RAPBN pada januari 1998. Dua yang paling menonjol adalah perjanjian yang dilakukan antara Soeharto dengan IMF pada Januari 1998 yang menimbulkan pro-kontra, dan upaya untuk membentuk “Kabinet Pembangunan 7” pada Maret 1998. Sesuai dengan tujuannya untuk memperpanjang kekuasaan, maka kedua kebijakan itu malah memperburuk keadaan. Apalagi dengan ditunjuknya menteri-menteri kabinet baru yang banyak mengandung unsur KKN yang mempunyai hubungan dekat dengan Soeharto.
Jatuhnya nilai rupiah, gagalnya mekanisme pembayaran perdagangan luar negeri, penyelesaian kredit atau pinjaman dari perusahaan besar, atau sistem perbankan yang buruk, serta besarnya pinjaman swasta nasional di luar negeri telah membuat fundamental ekonomi Indonesia yang rapuh menjadi lebih terpuruk. Keterlambatan atau kegagalan pemerintah orde baru mengantisipasi krisis ekonomi dan langkah-langkah kebijakan pemerintah yang tidak berarti banyak untuk perbaikan ekonomi membuat kepercayaan masyarakat hilang terhadap kesungguhan pemerintah dalam mengatasi krisis. Hal ini pula yang dianggap menurunkan pamor Pemerintahan Soeharto, selain parahnya krisis moneter dan ekonomi yang berawal sejak Juli 1997, dan ketegangan hubungan antara Soeharto dan IMF.
Saat itu sebagian besar rakyat semakin sulit menghadapi tekanan ekonomi dan semakin menyadari terjadinya ketimpangan ekonomi yang dianggap hanya menguntungkan sebagian pihak. Pemerataan dan keadilan dinilai belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat karena sistem ekonomi yang berlaku cenderung bersifat monopolistik dan hanya menguntungkan kelompok tertentu terutama para konglomerat dan pihak-pihak yang dianggap dekat dengan kekuasaan. Puncak ketidakpuasaan dan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah terjadi dengan pecahnya kerusuhan 13-15 Mei 1998, yang menurut sebagian besar sumber sebenarnya tidak murni karena dorongan ekonomi tetapi terkait dengan banyak faktor dan kepentingan kelompok-kelompok lain. Momentum kejadian itu juga merupakan luapan dan eskalasi dari beragam peristiwa sebelumnya . Peristiwa apa sajakah itu ?
a. Peristiwa Trisakti (Mei 1998)
Setelah sebelumnya mahasiswa melalui HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Denpasar melakukan unjuk rasa menuntut reformasi, pada 4 Mei 1998, empat organisasi mahasiswa mengajukan usulan melalui Sidang Umum MPR kedua. Berbagai usaha terus dilakukan untuk membawa reformasi di Indonesia, mulai dari diskusi antar guru besar hingga unjuk rasa. Sampai akhirnya, pada 12 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di depan Universitas Trisakti, Jakarta. Perisitiwa ini memakan enam korban jiwa dari kalangan mahasiswa akibat tembakan aparat keamanan. Di antaranya adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hertanto, Hendirawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan nama Tragedi Trisakti.
Peristiwa tersebut tidak membuat semangat mahasiswa surut, dan justru menyulut adanya demonstrasi yang lebih besar pada 13-14 Mei 1998. Di Jawa Tengah, mahasiswa menduduki kantor DPRD Jawa Tengah dan memaksa para wakil rakyat untuk turut dalam aksi keprihatinan. Selain di Jawa Tengah, kerusuhan juga terjadi di wilayah Indonesia lainnya, termasuk Jakarta. Aksi tersebut diperparah dengan penjarahan di berbagai belahan Jakarta.
Puncaknya, pada 18 Mei 1998, mahasiswa berhasil menduduki atap gedung DPR/MPR RI di Senayan. Di hari yang sama, ketua MPR/DPR RI, Harmoko, menyarankan presiden untuk mengundurkan diri. Mahasiswa pun menuntut dilakukannya Sidang Istimewa. Meski begitu, Presiden Soeharto masih belum mau mundur dari jabatannya.
Berbagai usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada 19 Mei 1998, beberapa menteri kabinet Soeharto memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Kondisi yang semakin tidak terkendali akhirnya memaksa Soeharto untuk meletakkan jabatannya di depan Mahkamah Agung pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 pagi. Pada saat yang sama, Soeharto kemudian menunjuk wakilnya B.J. Habibie untuk menggantikan posisinya.
b. Peristiwa Semanggi I dan II (November 1998)
Meski kepemimpinan Orde Baru saat itu sudah berganti, bukan berarti permasalahanselesai. Pada November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang Istimewa untuk membahas agenda pemerintahan serta Pemilu.
Mahasiswa bergolak kembali karena tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan tidak percaya dengan anggota DPR/MPR ketika itu. Mereka juga mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta menuntut pembersihan pemerintahan dari orang- orang Orde Baru. Saat itu, apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra dari pimpinan universitas karena mahasiswa berada di bawah tekanan aparat.
Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 11-13 November 1998 yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban luka-luka.
Sama seperti Tragedi Trisakti, tragedi ini mampu menurunkan tahta kepresidenan Baharuddin Jusuf Habibie yang cuma bertahan 1 tahun. Ketika itu, pada awal September 1999, sasaran unjuk rasa yang mereka tuju adalah rumah dinas BJ Habibie, yang dituding mendapatkan harta kekayaannnya dari korupsi. Namun, pada 24 September 1999, Baharuddin Jusuf Habibie akhirnya dilengserkan dari jabatannya. Akhirnya, pada bulan Oktober 1999, MPR menunjuk Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Presiden RI 1999-2004,
Sejarah Indonesia membuktikan bahwa perjuangan pemuda tak bisa dibendung. Pemuda merupakan sosok yang berani dan cerdas, termasuk peran pemuda di masa perubahan Orde Baru ke Reformasi.
B. Kronologis Jalannya Reformasi
Bulan Mei 1998 merupakan momen penting dalam sejarah Indonesia, juga momen penting bagi Soeharto. Saat itu, dia menyatakan diri mundur dari kursi kepresidenan. Berikut kronologis lengsernya Soeharto pada Mei 1998.
5 Maret 1998 Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI 11 Maret 1998 Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998 Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April 1998 Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April 1998 Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998 Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998 Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998-red).
4 Mei 1998 Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak ( 2 Mei 1998 ) dengan demonstrasi besar- besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998 Demonstrasi mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan. 9 Mei 1998 Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998 Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998 Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998 Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bagunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggaldunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998 Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko - toko banyak di tutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998 Warga asing berbondong - bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.
19 Mei 1998 Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998 Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998 Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.
0 Response to "Ciri, Agenda, dan Proses Terjadinya Reformasi Serta Kronologis Jalannya Reformasi"
Post a Comment