Peran Tokoh: Sultan Agung (Mataram Jogyakarta)
Sultan Agung (Mataram Jogyakarta)
Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613–1645). Daerah kekuasaannya meliputi hampir seluruh Pulau Jawa. Hanya Jawa Barat yang belum masuk wilayah Mataram.
Pada mulanya hubungan antara Mataram dengan VOC berjalan baik. Dibuktikan dengan diperbolehkan VOC mendirikan kantor dagangnya di wilayah Mataram tanpa membayar pajak. Namun, akhirnya VOC menunjukkan sikap yang tidak baik, ingin memonopoli perdagangan di Jepara. Tuntutan VOC tersebut ditolak oleh bupati Kendal bernama Baurekso, yang bertanggung jawab atas wilayah Jepara.
Namun penolakan itu tidak menyurutkan keinginan VOC. VOC tetap melaksanakan monopoli perdagangannya. Hal ini membangkitkan kemarahan rakyat Mataram, kantor VOC diserang. Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membalasnya dengan memerintahkan pasukannya untuk menembaki daerah Jepara. Menyikapi peristiwa tersebut, Sultan Agung bertekad menyerang kota Batavia. Penyerangan Sultan Agung terhadap VOC di kota Batavia dilakukan sebanyak dua kali.
Serangan pertama dilakukan tahun 1628. Pertengahan bulan Agustus 1628, secara tiba-tiba armada Mataram muncul di perairan kota Batavia. Mereka segera menyerang benteng VOC. Panglima-panglima Sultan Agung antara lain:
1) Tumenggung Baurekso.
2) Tumenggung Sura Agul-agul.
3) Kyai Dipati Manduro-Rejo.
4) Kyai Dipati Uposonto.
Dalam perlawanan tersebut, Tumenggung Baurekso gugur beserta putranya. Pasukan Sultan Agung menggunakan taktik perang yang tinggi, antara lain dengan membendung Sungai Ciliwung, (seperti waktu penyerangan di Surabaya). Namun penyerangan kali ini mengalami kegagalan. Akhirnya pasukan Sultan Agung terpaksa mengundurkan diri.
Meskipun gagal, tetapi tidak membuat patah semangat Sultan Agung dan pasukannya, para bangsawan serta rakyatnya. Kemudian disusunlah strategi baru untuk persiapan serangan kedua.
Serangan kedua pada tahun 1629, dengan perencanaan yang lebih sempurna, antara lain:
1) Persenjataan dilengkapi dengan senjata api dan meriam.
2) Pasukan berkuda dan beberapa gajah.
3) Persediaan makanan yang cukup dan pengadaaan lumbung-lumbung padi di Tegal dan Cirebon.
Serangan kedua ini berhasil menghancurkan benteng Hollandia dan menewaskan J.P. Coen sewaktu mempertahankan benteng Meester Cornellis. Karena banyak pasukan yang tewas, daerah itu dinamakan Rawa Bangke.
Rupanya, VOC dapat mengetahui tempat lumbung padi di Tegal dan Cirebon. Kemudian lumbung-lumbung dibakar. Akhirnya serangan kedua ini juga mengalami kegagalan.
Kedua serangan yang gagal ini tidak membuat Sultan Agung putus asa. Beliau telah memikirkan untuk serangan selanjutnya. Tetapi sebelum rencananya terwujud, Sultan Agung mangkat (1645).
Kegagalan yang menyebabkan kekalahan itu, antara lain:
1) Terlalu lelah karena jarak Mataram (sekarang, Yogyakarta) Batavia (sekarang, Jakarta) sangat jauh.
2) Kekurangan persediaan makanan (kelaparan).
3) Kalah dalam persenjataan.
4) Banyak yang meninggal akibat penyakit malaria.
0 Response to "Peran Tokoh: Sultan Agung (Mataram Jogyakarta)"
Post a Comment