Peran Tokoh: Sultan Ageng Tirtayasa (Banten)

Sultan Ageng Tirtayasa (Banten)

Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya (Lahir di Kesultanan Banten, 1631 – meninggal di Batavia, Hindia Belkalian, 1692 pada umur 60 - 61 tahun) adalah Sultan Banten ke-6. Ia naik takhta pada usia 20 tahun menggantikan kakeknya, Sultan Abdul Mafakhir yang wafat pada tanggal 10 Maret 1651, setelah sebelumnya ia diangkat menjadi Sultan Muda dengan gelar Pangeran Adipati atau Pangeran Dipati, menggantikan ayahnya yang wafat lebih dulu pada tahun 1650.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad (Sultan Banten periode 1640-1650) dan Ratu Martakusuma. Sejak kecil ia bergelar Pangeran Surya, kemudian ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tanggal 10 Maret 1651, ia diangkat sebagai Sultan Banten ke-6 dengan gelar Sultan Abu al-Fath Abdulfattah.

Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang).

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 - 1683. Ia memimpin banyak perlawanan terhadap Belkalian. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar.

Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan penasehat sultan.

Ketika terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan Pangeran Purbaya, Belkalian ikut campur dengan cara bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belkalian membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan Saint-Martin.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten aktif membina hubungan baik dan kerjasama dengan berbagai kesultanan di sekitarnya, bahkan dengan negara lain di luar Nusantara. Banten menjalin hubungan dengan Turki, Inggris, Aceh, Makassar, Arab, dan kerajaan lain Sekitar tahun 1677, Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Tidak hanya itu, Banten juga menjalin hubungan baik dengan Makassar, Bangka, Cirebon dan Inderapura.

Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-pedagang Eropa selain Belkalian, seperti Inggris, Denmark, dan Prancis.

Pada tahun 1671, Raja Prancis Louis XIV mengutus François Caron, pimpinan Kongsi Dagang Prancis di Asia sekaligus pemimpin armada pelayaran ke Nusantara. Setelah mendarat di pelabuhan Banten, ia diterima oleh Syahbkalianr Kaytsu, seorang Tionghoa muslim. Pada 16 Juli 1671, raja didampingi oleh beberapa pembesar kerajaan mendatangi kediaman orang-orang Prancis di kawasan Pecinan. Caron meminta izin untuk membuka kantor perwakilan di Banten. Hal itu berangkat dari pengalaman Caron yang pernah bekerja pada VOC dan berambisi membuat kongsi dagang Prancis sebesar VOC. Raja kemudian menanyakan tujuan kongsi dagang mereka, ke mana tujuan kapal- kapal mereka, barang dagangan yang diinginkan, dan jumlah uang tunai yang mereka miliki. Sesudah itu pihak Prancis berusaha menjual barang muatan mereka. Barang-barang dagangan apa saja dapat dijual, kecuali candu yang dilarang keras beredar di Banten.

Caron kembali mengunjungi raja dan menghadiahkan getah damar, dua meja besar (yang dibawa dari Surat, India), dua belas pucuk senapan, dua jenis mortir, beberapa granat, dan hadiah lain.

Caron dan Gubernur Banten kemudian menyetujui perjanjian yang berisi sepuluh kesepakatan mengenai pemberian kemudahan dan hak-hak khusus kepada pihak Prancis, sama dengan yang diberikan kepada pihak Inggris.

Hubungan baik antara Inggris dan Banten sudah terjalin sejak lama, salah satunya adalah ketika Sultan Abdul Mafakhir mengirimkan surat ucapan selamat pada tahun 1602 kepada Kerajaan Inggris atas dinobatkannya Charles I sebagai Raja Inggris. Sultan Abdul Mafakhir juga memberikan izin kepada Inggris untuk membuka kantor dagang. Bahkan, Banten menjadi pusat kegiatan dagang Inggris sampai akhir masa penerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1682, karena saat itu terjadi perang saudara antara Sultan dengan putranya, Sultan Haji. Sultan Haji meminta bantuan Belkalian, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa diketahui meminta bantuan dari Kerajaan Inggris untuk melawan kekuatan anaknya itu.

Pada 1681, Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia berminat membeli senapan sebanyak 4000 pucuk dan peluru sebanyak 5000 butir dari Inggris. Sebagai tkalian persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak 1757 butir. Surat ini juga merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai Ngabehi Jaya Sedana. Tidak lama kemudian, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim surat kepada Raja Charles II meminta bantuan berupa senjata dan mesiu untuk berperang melawan putranya yang dibantu VOC.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peran Tokoh: Sultan Ageng Tirtayasa (Banten)"

Post a Comment