Kerajaan Maritim Islam: Kerajaan Gowa

Kerajaan Maritim Islam: Kerajaan Gowa 



Setelah membaca bagaimana kerajaan-kerajaan di Indonesia Bagian Barat, mari kita simak salah satu kerajaan Maritim bercorak Islam yang ada di sebelah timur, apakah kalian mengenal kota Makassar hari ini, bagaimanakah sejarah kota Makassar yang kalian ketahui ?? semua itu punya kaitan dengan materi yang akan kita bahas, yaitu adalah Kerajaan Gowa, atau sering juga disebut kerajaan Gowa-Tallo. Terdapat 2 suku bangsa serumpun di Sulawesi bagian Selatan, yang satu adalah suku bangsa Makassar dan yang satu adalah suku bangsa Bugis, kedua suku bangsa ini dikenal sebagai pelaut-pelaut tangguh dan prajurit-prajurit yang tidak kenal takut, riwayat mereka di dalam lembaran sejarah Indonesia seringkali terlibat dalam pertempuran, kepahlawanan, patriotisme dan keberanian. 

Pada awalnya Kerajaan Gowa sebenarnya merupakan sebuah aliansi dimana, Raja-raja berasal dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menteri berasal dari garis keturunan Tallo, aliansi ini dimulai sejak pertengahan abad XVI. Salah satu perdana menteri dari Tallo yang terkenal adalah Karaeng Patingalloang (1639-1654 M) yang bahkan dikatakan memiliki perpustakaan yang berisi karya-karya berbahasa Portugis dan Spanyol, dan fasih berbicara dalam kedua bahasa tersebut, menguasai teologi katolik serta fasih pula berbahasa latin, hal tersebut menggambarkan betapa interaktifnya kota Makasar sebagai pusat kerajaan Gowa-Tallo antara para penduduk lokal dengan para pedagang asing dari berbagai bangsa di Eropa.

Pada pertengahan abad ke XVII, kekuatan VOC sudah mulai berkuasa di kepulauan Maluku, dan VOC menganggap Makassar (kerajaan Gowa-Tallo) merupakan ancaman terhadap monopoli perdagangan yang dilakukan VOC di Maluku, Makassar seakan menjadi pelabuhan alternatif dan berkumpulnya pedagang eropa selain Belanda dan terus mempraktekkan apa yang disebut VOC sebagai “Perdagangan liar” yang sebenarnya adalah bentuk perlawanan dari monopoli dari VOC. 

Raja Gowa-Tallo berhasil mendominasi wilayah Sulawesi Selatan dan turut bertanggung jawab atas serangkaian penaklukan yang dilakukan terhadap kerajaan-kerajaan yang berasal dari suku bangsa yang lain, yaitu Bugis. Kerajaan seperti Bone, Luwu, Sidenreng. Penguasaan Gowa-Tallo sebenarnya masih memberikan otonomi yang luas terhadap kerajaan-kerajaan bawahannya, namun bagi banyak suku bangsa Bugis, penguasaan Gowa-Tallo terhadap kerajaan suku Bugis ternyata tidak diterima oleh semua pihak. 

Pemberontakan dari pihak Kerajaan Bone pernah dilakukan terhadap Gowa-Tallo pada tahun 1660, salah satu tokoh bernama Arung Pallaka ikut pemberontakan tersebut dan berhasil ditumpas oleh Gowa-Tallo, Arung palaka dan beberapa pendamping nya lalu meminta perlindungan VOC dan bersedia menjadi serdadu VOC, pertikaian antara Gowa-Tallo dan Bugis segera dimanfaatkan oleh VOC untuk melakukan penaklukan terhadap kekuasaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan, setelah VOC yakin bahwa aliansi VOC dengan Arung Pallaka akan menjadi senjata pamungkas dalam menghadapi Gowa-Tallo. 

Tokoh dari Gowa-Tallo yang cakap dan menjadi sultan pada peristiwa Gowa-Tallo Vs VOC & Bone ini adalah Sultan Hassanudin, yang merupakan salah satu dari raja yang kuat dan terkenal di Gowa-Tallo. Namun berkat kelicikan VOC yang memanfaatkan Bone sebagai senjata, Sultan Hassanudin harus dipaksa menandatangani perjanjian Bungaya 16 November 1667 setelah menerima serbuan dari VOC dan sekutu Bugisnya. Arung Palaka benar-benar bermanfaat untuk memimpin serbuan terhadap Gowa-Tallo melalui jalur darat sedangkan VOC menggempur dari lautan. 

Kehidupan Politik pada masa Kerajaan Gowa-Tallo didominasi oleh berbagai kepemimpinan dari seorang Perdana Menteri yang memerintah, selain itu terdapat pula dewan adat yang berfungsi memberi nasehat dan arahan bagi Raja dan Perdana Menteri. Secara umum pemerintahan Gowa-Tallo terhadap kerajaan-kerajaan bawahannya bukan merupakan penjajahan yang kaku, namun lebih kepada pengakuan supremasi dan superioritas Gowa-Tallo terhadap kerajaan lain, hal itu dibuktikan dengan adanya otonomi yang cukup besar yang diberikan para penguasa Gowa-Tallo terhadap kerajaan-kerajaan bawahanya tersebut. 

a) Kehidupan Ekonomi Pada Masa Kerajaan Gowa-Tallo 

Pelabuhan Makassar sebagai pusat kekuasaan Gowa-Tallo merupakan pelabuhan ramai yang dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai bangsa, Wilayah maritim yang notabene adalah wilayah pantai dan lautan dimanfaatkan oleh masyarakat di kerajaan-kerajaan untuk melakukan perdagangan secara global. Perkembangan peradaban masyarakat Indonesia bertalian erat hubungannya dengan pesisir pantai dan lautan sebagai zona maritim. Kita akan melihat peradaban yang dibangun melalui jalur perdagangan. Hal ini dapat terjadi demikian karena masyarakat lepas pantai umumnya bukan hanya memanfaatkan lautan untuk memenuhi kebutuhan pangan lautan dengan berprofesi sebagai nelayan, akan tetapi lebih dari itu pesisir pantai dan lautan dijadikan bandar perdagangan. 

Dalam proses perdagangan yang dilakukan secara internasional, selain sarana pertukaran barang terjadi pula interaksi budaya yang mengakibatkan infiltrasi budaya luar ke masyarakat lokal. Hal inilah yang menjadikan masyarakat di daerahpesisir mengalami peradaban yang lebih maju ketimbang wilayah pedalaman karena menerima kemajuan peradaban lain yang disebabkan interksi dengan pedagang-pedagan negara-negara lain yang singgah di pantai-pantai tersebut. 

Begitu pula di kerajaan Gowa-Tallo yang merupakan pelabuhan utama yang menjadi tempat singgah dari berbagai bangsa di Eropa, India, China dan orang-orang Arab, Bangsa Inggris, Portugis, Denmark dan berbagai bangsa Eropa selain Belanda menjadikan Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan utama mereka dalam berdagang di kawasan kepulauan Indonesia bagian Timur, selain itu, faktor kehilangan Malaka bagi Portugis (setelah direbut VOC tahun 1641) menjadikan Makassar sebagai pusat pos dagang mereka sebelum kemudian mereka menyambangi kawasan-kawasan di Timor. 

b) Kehidupan Sosial Kerajaan Gowa 

Sebagai negara Maritim, sebagian besar masyarakat Makasar yaitu nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. 

Walaupun masyarakat Makasar mempunyai kebebasan berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang dianggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut. Selain norma, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri lapisan atas yang berarti golongan bangsawan dan keluarganya disebut “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kerajaan Maritim Islam: Kerajaan Gowa "

Post a Comment