Kerajaan–Kerajaan Maritim di Indonesia pada Masa Hindu Budha
Kerajaan – kerajaan Maritim di Indonesia pada Masa Hindu Budha
Proses masuknya agama Hindu Budha di Indonesia dapat dijelaskan dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli. Teori–teori tersebut antara lain: Teori Brahmana, Teori Ksatria, Teori Waysa, Teori Sudra dan Teori Arus balik. Dari teori-teori ini dapat kita fahami bahwasanya, perkembangan agama Hindu Budha berkembang dengan pesat dalam kehidupan masyarakat setelah berdirinya kerajaan-kerajaan maritim yang bercorak Hindu Budha.
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan maritim pertama yang muncul di Indonesia adalah Kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri di daerah Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Menurut Prasasti Yupa, penguasa pertama kerajaan Kutai adalah Kudungga. Mulanya Kudungga adalah penguasa lokal, namun karena adanya pengaruh Hindu, maka struktur pemerintahan berubah menjadi kerajaan. Perpindahan kekuasaan dilakukan secara turun temurun, sehingga setelah berakhirnya masa kekuasaan Kudungga, anaknya yang bernama Aswawarmanlahyang menduduki kekuasaan. Selanjutnya setelah kekuasaan Aswawarman berakhir, kekuasaan kembali diturunkan kepada cucu Kudungga, yaitu Mulawarman.
Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman inilah kerajaan Kutai mencapai zaman keemasan. Kerajaan Kutai juga diperkirakan menjadi tempat singgah jalur perdagangan internasional melewati Selat Makassar, melewati Filipina dan Cina. Sehingga sumber perekonomian kerajaan Kutai berasal dari kegiatan perdagangan.Selain itu, kerajaan Kutai memiliki tradisi melakukan upacara-upacara ditempat suci. Terbukti dengan adanya prasasti yang disebut Yupa atau batu tertulis. Tulisan yang terdapat dalam Yupa menggunakan huruf Pallawa, bahasa Sanskerta. Yupa merupakan tugu peringatan upacara kurban. Dalam suatu prasasti terdapat kata vaprakecvara yang berarti lapangan luas untuk pemujaan. Vaprakecvara berkaitan erat dengan agama Siwa, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kutai menganut agama Siwa.
Dengan letak yang berada di jalur perdagangan India (di barat) dan Cina (di Timur), banyak pengaruh dari luar yang masuk ke kerajaan Kutai. Ini dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda dari kedua wilayah tersebut. Barang-barang seperti keramik, arca dewa Trimurti, serta arca Ganesha, kemungkinan merupakan bagian dari perlengkapan upacara keagamaan selain untuk kehidupan sehari-hari.
2. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara terletak tidak jauh diantara pantai utara Jawa Barat. Diperkirakan wilayah kerajaan Tarumanegara itu meliputi daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon. Kerajaan ini mulai berkembang pada abad ke-5M, di bawah kekuasaan Raja Purnawarman. Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu, Raja Purnawarman membuat pembangunan irigasi dengan cara menggali saluran sungai kurang lebih sepanjang 6.122 tumbak (11km), yang kemudian disebut sebagai Sungai Gomati. Pembuatan saluran irigasi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena pada akhirnya dapat mengairi ladang pertanian masyarakat.
Oleh karena itu, Raja Purnawarman menjadi raja yang diagung-agungkan rakyat. Adanya saluran irigasi ini juga memberi dampak yang besar pada peningkatan ekonomi masyarakat, karena berguna sebagai sarana lalu lintas perdagangan.Selain itu, ia juga menjalin hubungan baik dengan Cina di masa Dinasti Tang, terbukti dari adanya catatan seorang pendeta bernama Fa Hsien yang terdampar di Pulau Jawa pada 414 M. Dalam catatan itu disebutkan bahwa masyarakat sekitar sudah mendapat pengaruh Hindu India. Raja dan sebagian besar masyarakat memeluk agama Hindu, beberapa juga ada yang memeluk agama Buddha dan animisme. Berdasarkan Prasasti Ciaruteun, terdapat telapakkaki Raja Purnawarman yang dianggap rakyat sebagai telapak kaki Dewa Wisnu atau dewa pelindung dunia.
Beberapa peninggalan yang dapat dijadikan sumber sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanagara yaitu prasasti. Terdapat 7 prasasti yang ditemukan diantaranya yaitu Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Cindanghiang, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Ciaten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi. Prasasti yang menggambarkan kehidupan masyarakat kerajaan Tarumanegara yang kaitannya dengan kehidupan maritim dan agraris terdapat pada prasasti Tugu.
Prasasti Tugu berlokasi saat ini di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum anustubh. Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan raja Purnawarman, prasasti Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.
Prasasti Tugu menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke-7, muncul kerajaan yang berkembang begitu pesat di wilayah Sumatra, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Awalnya Kerajaan Sriwijaya ini muncul setelah munculnya kota-kota perdagangan. Wilayah pantai timur Sumatra merupakan wilayah yang sangat ramai, hal ini dikarenakan wilayah tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan.Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan tepatnya di Sungai Musi, Palembang.
Menurut Prasasti Kedukan Bukit, raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, berhasil menaklukkan daerah Minangatamwan yang diperkirakan saat ini adalah daerah Jambi. Letak Sriwijaya yang cukup strategis mendorong interaksi antara Sriwijaya dengan kerajaan di luar Nusantara, seperti kerajaan Nalanda dan kerajaan Chola dari India. Sriwijaya juga melakukan hubungan baik dengan pedagang-pedagang dari Tiongkok yang sering singgah. Perluasan daerah kekuasaan ini, mendorong perekonomian kerajaan menjadi maju.
Selain Dapunta Hyang, Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Balaputradewa yang merupakan keturunan Dinasti Syailendra. Di bawah kepemimpinan Balaputradewa, Sriwijaya menjadi kerajaan yang sangat berjaya. Pada abad ke-7 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Jawa. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah keruntuhannya, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Prancis George Coedès dari École française d'Extrême-Orient.
4. Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi pegunungan, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur. Pada awal pemerintahan, penguasa Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal, di kaki Gunung Wukir, Magelang.
Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya berangka tahun berbentuk candrasengkala yang berbunyi "sruti indriyarasa" atau tahun 654 Saka = 732 M (dengan huruf Pallawa bahasa Sanskerta). Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di bukit Stirangga. Sang Raja Sanjaya mendirikan lingga yang ditandai dengan tanda-tanda di bukit yang bernama Stirangga untuk keselamatan rakyatnya. Disamping itu juga ada Prasasti Canggal juga Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh raja Balitung yang menyebutkan bahwa nama Sanjaya adalah raja pertama (wangsakarta) dengan ibukota di Mdang ri Poh Pitu. Dalam prasasti itu disebutkan raja-raja yang pernah memerintah ialah : Sanjaya, Panangkaran, Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, dan Dyah Balitung.
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan melalui Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) yang beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan.
5. Kerajaan Singasari
Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanegara. Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri, kemudian berdirilah Kerajaan Singasari yang diperintah oleh Ken Arok sejak tahun 1222-1227 M, dan kerajaan Singasari berlangsung sekitar 70 tahun. Singasari yang memiliki ibu kota, yaitu Tumapel. Pada awalnya, Tumapel adalah wilayah kabupaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri dengan bupati/akuwu bernama Tunggul Ametung. Akan tetapi, Tunggul Ametung kemudian dibunuh oleh Ken Arok. Kalian tahu penyebabnya? Semua itu dilakukan oleh Ken Arok karena ia terpikat dengan Ken Dedes, yaitu istri dari Tunggul Ametung.
Ken Arok membunuhnya dengan sebilah keris buatan Mpu Gandring. Padahal, keris itu belum siap untuk dipakai, tapi karena Ken Arok sudah tidak sabar ingin memperistri Ken Dedes, direbutlah keris itu dari Mpu Gandring, sekaligus Mpu Gandring dibunuh dengan keris buatannya sendiri oleh Ken Arok. Sebelum meninggal, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu nantinya akan membunuh sampai tujuh turunan Ken Arok. Menarik ya Squad. Akhirnya Ken Arok menjadi Bupati/akuwu Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang terbunuh.
Ken Arok menjadi raja setelah ia menyerang kerajaan Kediri yang saat itu dipimpin oleh Kertajaya. Kertajaya mengalami kekalahan dan Ken Arok berhasil menguasai wilayah Tumapel dan melepaskannya dari kerajaan Kediri. Ken Arok memiliki gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabumi. Oh ya, Singasari juga memiliki hubungan baik dengan Majapahit, semua itu tertulis dalam Kitab Negarakertagama. Pergantian kekuasaan terjadi karena Ken Arok dibunuh oleh kaki tangan Anusapati yang merupakan anak tirinya. Anusapati kemudian menjadi raja menggantikan Ken Arok.Di bawah pemerintahan Raja Kertanegara, Singasari mengalami masa kejayaan.
Di bawah pemerintahannya dilakukan ekspedisi Pamalayu 1275-1286 M dengan tujuan untuk menaklukkan kerajaan Melayu dan melemahkan kerajaan Sriwijaya. Selain itu Kertanegara juga berhasil menguasai Bali (1284 M), Jawa Barat (1289 M), Pahang dan Tajung Pura. Bahkan Kertanegara mampu mencegah serangan Khu Bilai Khan terhadap Singasari. Kertanegara bertujuan untuk menyatukan seluruh Nusantara dibawah kerajaan Singasari.
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
6. Kerajaan Majapahit
Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan Pada tahun 1291 M Raja Kertanegara di Singasari wafat, kemudian kerajaan Singasari diserang secara mendadak oleh Jayakatwang yang merupakan raja Kediri. Pada masa itu menantu Kertanegara, Raden Wijaya berhasil melarikan diri ke Madura.
Raden Wijaya mengumpulkan kekuatan untuk menyerang balik Jayakatwang dan bekerjasama dengan pasukan Tiongkok. Setelah kerajaan Singasari berhasil ditaklukkan, Raden Wijaya ingin kemenangan tunggal. Sehingga ia kembali melakukan penyerangan terhadap pasukan Tiongkok. Raden Wijaya mencapai kemenangan dari penyerangan tersebut dan menjadi penguasa tunggal di Jawa. Sehingga pada tahun 1292 M, kerajaan Majapahit resmi berdiri. Masa pemerintahan kerajaan ini berlangsung cukup lama, sekitar 193 tahun.
Setelah Raden Wijaya wafat, tahta Raja digantikan oleh Raden Jayanegara yang merupakan anak dari Raden Wijaya. Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang paling besar adalah pemberontakan Kuti, yang akhirnya menyebabkan ia harus mengungsi ke Desa Bedander bersama Gajah Mada. Kemudian Jayanegara merencakan serangan balik kepada Kuti bersama Gajah Mada.Setelah penyerangan berhasil, Gajah Mada diangkat menjadi patih. Setelah Jayanegara wafat, tahta diberikan kepada putrinya, Tribhuwanatunggadewi.
Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan Sadeng pada tahun 1331 M, yang akhirnya mampu ditumpas oleh Gajah Mada. Berkat upayanya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit dan memiliki wewenang menetapkan politik pemerintah. Saat upacara pelantikan, Gajah Mada menyampaikan sumpahnya yang dikenal dengan Sumpah Palapa. Ia bersumpah tidak akan hidup mewah sebelum menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.
Peninggalan sastra dari kerajaan Majapahit ini cukup banyak, diantaranya adalah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca, Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, dan Kitab Arjunawiwaha karangan Empu Tantular.
0 Response to "Kerajaan–Kerajaan Maritim di Indonesia pada Masa Hindu Budha "
Post a Comment