Gerakan Nasionalisme di Mesir
Gerakan Nasionalisme di Mesir
Sejak abad ke 6 SM, daerah Mesir beberapa kali dijajah oleh bangsa lain; Assyria (633-525), Persia (525-322), Yunani (322-330), Romawi (30-642), Arab (642- 1517), Turki (1517-1914), dan Inggris (1914-1922).
Letak Mesir yang sangat strategis membuat negara lain ingin mendudukinya. Mesir terletak diantara Asia -Afrika dan Eropa. Negeri Mesir sangat baik sebagai pangkalan militer untuk menguasai negara-negara Timur Tengah.
Pada tahun 1798, Napoleon Bonaparte mendatangi Mesir. Kedatangan orang-orang Perancis dengan segala peralatan modern yang mereka bawa, menginspirasi orang- orang Mesir. Pada tahun 1799, tentara Napoleon meninggalkan Mesir setelah angkatan lautnya dikalahkan Inggris.
Pada tahun 1805 rakyat Mesir menurunkan Pasha ,seorang Sultan yang diangkat oleh Turki. Rakyat Mesir mengganti Pasha dengan Pasha yang mereka pilih sendiri, yaitu Muhammad Ali. Tindakan ini menyadarkan Turki bahwa rakyat Mesir menginginkan menentukan nasibnya sendiri.
Setelah ditetapkan sebagai Pasha Mesir (1805), Muhammad Ali mengadakan modernisasi negaranya, dalam bidang:
a. Angkatan Perang, yaitu dengan melakukan penyusunan dalam tubuh Angkatan Laut. Pelatihan bagi tentara dilatih dengan cara baik dan modern oleh Kolonel Saves dari Perancis.
b. Modernisasi pendidikan, yaitu mendirikan selain Perguruan Tinggi Agama Al Ahzar, juga didirikan sekolah-sekolah rendah, sekolah tinggi dan militer secara Barat.
c. Modernisasi pertanian, yaitu dibuatnya pengairan yang modern untuk memperluas darah pertanian. Dianjurkan menanam bahan-bahan yang laku di pasaran luar negeri untuk mendapatkan keuntungan bagi pembangunan negeri Mesir
d. Membangun industrialisasi, yaitu dengan mendirikan pabrik-pabrik pemintalan dan tenun (wol dan kapas) di Cairo oleh orang Perancis yang bernama Jumel.
Akibat Modernisasi ini, Mesir muncul sebagai negara yang maju. Berkembang kembali keinginan dari rakyat Mesir untuk merdeka dari Turki. Tahun 1803, kaum Wahabi melakukan pemberontakan terhadap Turki. Mereka berhasil merebut Mekah dan Madinah dari tangan Turki. Sultan Turki, yaitu Sultan Mahmud II (1808- 1839) memerintahkan Sultan Mesir Ibrahim Pasha seorang putra Muhammad Ali untuk menindas pemberontakan kaum Wahabi ini. Tentara Mesir menyerbu Arabia dan menindas kaum Wahabi (1818). Arabia berhasil ditaklukkan. Tahun 1820-1822, Mesir menguasai Sudan. Mesir membantu tentara Turki dalam menaklukkan pemberontakan orang-orang Yunani (181-1829). Sebagai hadiahnya, Sultan Turki menjanjikan Pulau Kreta dan Morea kepada Mesir. Namun ketika terjadi serbuan tentara Mesir ke Yunani, Angkatan Laut Inggris, Rusia, dan Perancis datang membantu pihak Yunani. Gempuran tentara Mesir dan Turki berhasil dihalau oleh pasukan Yunani dan sekutunya. Tahun 1828, diadakan perjanjian damai antara Muhammad Ali dengan Inggris dan Perancis. Mesir menarik semua pasukannya dari Yunani. Turki melakukan perjanjian damai dengan Adrianopel dengan Rusia di tahun 1829. Konpensasi London (30 November 1829), menetapkan kemerdekaan Yunani.
Rakyat Mesir menyadari kelemahan negara Turki saat perang Yunani. Menurut Mesir, jika Turki tidak dapat mengahadapi tentara Yunani maka Turki pun tidak akan dapat mengahadapi tentara Mesir. Oleh karena itu Mesir melakukan pemberontakan. Mesir menuntut Syria sebagai pengganti Morea yang dijanjikan Turki kepada Mesir dalam perang menghadapi Yunani. Tentara Mesir menyerbu dan menaklukkan Morea. Tentara Mesir melanjutkan perlawanan dengan menyerbu Konstantinopel. Rusia menawarkan diri untuk membantu Turki menghadapi Mesir. Turki menerima bantuan Rusia ini. Inggris dan Perancis menawarkan bantuan kepada Mesir. Suasananya menjadi tegang. Persoalan Turki-Mesir menjadi persoalan internasional. Ketegangan ini diakhiri dengan Konpensi Kutahiah (1833), yang isinya :
a. Syria diberikan kepada Mesir
b. Mesir kembali menarik tentaranya
c. Rusia, Inggris, Perancis, menarik tentaranya dari daerah Turki
Tahun 1839-1840, perang Turki -Mesir II kembali terjadi. Penyebab perang Turki- Mesir II adalah karena pemberian konsesi pembuatan jalan kereta api dari Syria ke Teluk Persia dan dari Kairo ke Laut Merah. Konsesi ini diberikan Turki kepada Inggris. Mesir protes karena menganggap bahwa daerah konsesi kereta api itu adalah milik Mesir. Turki menjawab bahwa daerah konsesi itu adalah haknya. Perancis memihak Mesir dan menganjurkan agar Mesir segera memerdekakan diri dari Turki. Turki menyerbu Syria (1839) namun berhasil dikalahkan pasukan Ibrahim Pasha. Kekalahan pasukan Turki ini dibalas dengan serangan Inggris ke Syria dan berhasil memukul mundur Ibrahim Pasha. Perancis tidak dapat menghadapi pasukan Inggris. Untuk mengakhiri perang ini diadakanlah Konpensasi Aleksandira (1840) antara Inggris dan Mesir yang isinya :
a. Mesir melepaskan Syria
b. Mesir tetap menjadi daerah kekuasaan Turki
Sejak ditandatanganinya Konpensasi Aleksandria (1840), kekuasaan Inggris mulai masuk Mesir. Tahun 1854, Ferdinand de Lesseps dari Perancis mendapatkan konsesi dari Mesir untuk membangun Terusan Suez. Inggris protes karena menanggap ini sebagai upaya Perancis untuk menguasai Mesir. Kesempatan Inggris untuk menghantam Perancis didapat melalui kedekatan Inggris dengan Khedive Ismail (1863-1879). Tahun 1875, Mesir mengalami masalah keuangan dan berkeinginan menjual saham terusan Suez. Perdana Menteri Inggris, Disraelli membeli semua saham Mesir itu, hingga Inggris menjadi penguasa atas Terusan Suez.
Peta wilayah terusan Suez |
Keadaan Mesir dibawah pengaruh Inggris dan Perancis ini menimbulkan perlawanan rakyat Mesir dibawah pimpinan Arabi Pasha. Perlawanan Arabi Pasha ini merupakan momentum nasionalisme Mesir. Pemberontakan Arabi Pasha adalah gerakan anti asing (Inggris, Perancis, dan Turki). Rakyat Mesir yang sudah benci dengan tindakan-tindakan orang-orang asing kemudian membunuhi mereka. Kemudian gerakan ini menuntut perubahan sistem pemerintahan, dan menuntut adanya UUD. Inggris menyerbu Mesir, merebut Kairo dan menindas pemberontakan Arabi Pasha.
Pada saat meletus Perang Dunia I, Mesir mengumumkan perang kepada Turki. Ini Berarti Mesir melepaskan diri dari Turki. Inggris mengumumkan Mesir sebagai protektoratnya. Kairo menjadi markas besar Inggris.
Pada tahun 1907, para pemimpin Mesir mengadakan kongres. Tujuan kongres adalah membangun Mesir secara liberal dan mencapai kemerdekaan Mesir. Banyak pemimpin perjuangan yang ditangkap dan dibuang Inggris. Para pemimpin nasionalis Mesir ini kemudian mendirikan Partai Wafd dibawah pimpinan Saad Zaghlul Pasha yang menuntut kemerdekaan rakyat Mesir. Inggris menolak dan menangkap Saad Zaghul Pasha. Rakyat marah dan memberontak menuntut pembebasan Saad Zaghul dan kemerdekaan. Inggris terpaksa mengadakan suatu pernyataan Unilateral (Unilateral Declaration) pada tanggal 28 februari 1922 yang isinya : Inggris mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Mesir, sebaliknya Inggris berhak atas empat point penting yaitu :
a. Mempertahankan terusan Suez
b. Mempergunakan daerah Mesir untuk operasi militer
c. Mempertahankan Mesir terhadap agresi bangsa lain atau intervensi bangsa lain atau intervensi bangsa lain
d. Melindungi banga asing di Mesir dan kepentingannya
Suasana tertekan karena adanya ancaman terjadinya Perang Dunia II, antara Inggris dan Mesir saling mendekati. Inggris takut akan terputusnya hubungan Eropa-Asia jika terusan Suez diduduki musuh, sementara Mesir khawatir akan kehilangan kemerdekaannya. Maka pada tahun 1936, antara Mesir dan Inggris terjadi perjanjian yang isinya:
a. Inggris menarik semua tentaranya dari Mesir, kecuali pasukan penjaga terusa Suez
b. Alexandria menjadi pangkalan laut Inggris selama 8 tahun
c. Tentara Mesir dikirim ke Sudan
d. Batas migrasi bangsa Mesir ke Sudan dihapuskan
e. Inggris akan memasukkan Mesir sebagai anggota Liga Bangsa-Bangsa
Selama Perang Dunia II, Mesir memihak Inggris (sekutu). Mesir mengumumkan perang kepada Jerman dan Jepang. Setelah perang selesai, Mesir mengajukan usul perundingan peninjauan kembali isi perjanjian tahun 1936. Mesir ingin bebas dari campur tangan Inggris. Namun Inggris belum ada itikad baik untuk menarik pasukannya dari Mesir. Perasaan anti Inggris kembali meluap.
Kemerdekaan Mesir
Pada tanggal 23 Juli 1952, terjadilah Coup d’etat yang dipimpin oleh Jenderal Muhamamd Najib. Raja Farouk diturunkan dari tahta Mesir dan sebagi gantinya diangkatlah Ahmad Fuad II putra Farouk. Kemudian Farouk dan putranya, Ahmad Fuad II lari meninggalkan Mesir menuju ke Italia. Akhirnya kekuasaan Mesir dipegang oleh Najib.
Pada tanggal 18 Juni 1953, Mesir resmi berubah menjadi sebuah negara Republik.
0 Response to "Gerakan Nasionalisme di Mesir"
Post a Comment