Strategi Politik Jepang Membentuk Organisasi Kemasyarakatan

Strategi Politik Jepang Membentuk Organisasi Kemasyarakatan

1. Organisasi sosial kemasyarakatan

a. Gerakan 3A

Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dalam perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia). Perkumpulan ini dibentuk pada 29 Maret 1942. Jepang berusaha agar gerakan ini menjadi alat propaganda yang efektif untuk memenangkan perang dengan Sekutu. Oleh karena itu, di berbagai daerah dibentuk berbagai komite-komite.

Ternyata, sekalipun dengan berbagai upaya, gerakan ini kurang mendapat simpati rakyat karena ternyata Jepang sudah mulai menampakkan sifat-sifat penjajahannya. Pada Desember 1942, Gerakan 3A dinyatakan gagal dan dibubarkan.

b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)

Karena Gerakan 3A gagal, kemudian Jepang mengajak para tokoh pergerakan untuk bekerja sama. Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda yang dipimpin oleh Sukardjo Wiryopranoto. Karena lambat laun organisasi ini tidak mendapat sambutan rakyat, akhirnya Jepang membubarkannya.

Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya, karena Jepang sudah banyak berubah. Misalnya, melarang pengibaran bendera Merah Putih yang berdampingan dengan bendera Hinomaru serta mengganti lagu “Indonsia Raya” dengan lagu “Kimigayo”.

Jepang ketika perang dengan sekutu mulai menampakkan kekalahan di mana-mana sehingga rakyat Indonesia mulai tidak percaya dengan Jepang. Untuk memulihkan keadaan itu, Jepang harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, misalnya Sukarno dan Moh. Hatta. Karena Sukarno masih ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda di Padang, maka Jepang membebaskannya.

Jepang kemudian membentuk organisasi massa yang dapat diharapkan bekerja sama untuk menggerakkan rakyat. Pada Desember 1942, Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru. Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang kemudian berdiri pada 16 April 1943. Tokoh-tokoh nasionalis ini terkenal dengan sebutan empat serangkai.

Putera diketuai oleh Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan kolonial Belanda. Jepang menginginkan Putera bekerja untuk menggali potensi masyarakat guna membantu Jepang dalam perang. Di samping bertugas sebagai propaganda perang, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial dan ekonomi.

Putera kemudian membentuk organisasi sampai ke tingkat daerah-daerah dan pimpinan pusat tetap dipegang oleh empat serangkai sehingga dalam waktu singkat Putera berkembang sangat pesat. Melalui rapat-rapat, para tokoh nasionalis memanfaatkan Putera untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Rupanya, Jepang mulai sadar bahwa Putera dimanfaatkan oleh para nasonalis bukan untuk kepentingan Jepang sehingga pada tahun 1944 Putera dibubarkan Jepang.

c. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)

Berbeda dengan pemerintah kolonial Belanda yang anti organisasi Islam, Jepang lebih bersahabat terhadap umat Islam. Jepang mendekati umat Islam karena Jepang menginginkan agar umat Islam di Indonesia membantu Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itu, organisasi Islam yang bernama MIAI yang cukup berpengaruh pada masa pemerintahan Belanda dan dibubarkan Belanda mulai dihidupkan kembali oleh Jepang. Tanggal 4 September 1942, MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI dapat dimobilisasi untuk keperluan Jepang.

MIAI berkembang sangat pesat karena merupakan tempat bersilaturahmi antar sesama para tokoh Islam untuk menuju Indonesia merdeka. Arah perkembangan MIAI mulai dipahami oleh Jepang. MIAI dianggap tidak memberi kontribusi terhadap Jepang dan itu berarti tidak sesuai dengan harapan Jepang. Maka, pada November 1943, MIAI dibubarkan

Jepang. Sebagai penggantinya, Jepang membentuk organisasi Islam baru yang bernama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Tugas dari Masyumi adalah dapat mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan Perang Asia Timur Raya.

Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim, sedangkan penasihatnya adalah Ki Bagus Hadikusumo. Masyumi sebagai Gambar 4.d. K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang ulama yang diberi kepercayaan Jepang memimpin Masyumi. 140 organisasi induk umat Islam, anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik.

Organisasi Islam ini berkembang sangat pesat dan di setiap karesidenan ada cabangnya. Masyumi dalam perkembangannya menjadi tempat penampungan berkeluh kesah rakyat. Masyumi berkembang menjadi organisasi yang pro dengan rakyat sehingga tidak heran bila Masyumi menentang keras kebijakan romusha. Bahkan, Masyumi menolak permintaan Jepang agar organisasi bentukan Jepang ini menggerakan romusha. Dengan demikian, Masyumi telah membentuk dirinya menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat.

d. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)

Pada tahun 1944, dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang terus mengalami kekalahan di mana-mana sehingga kondisi ini sangat mengkhawatirkan keberadaan Jepang di Indonesia. Untuk itu, panglima ke-16, Jenderal Kumakici Harada membentuk oganisasi baru yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk karena Jepang membutuhkan bantuan segenap rakyat secara lahir batin, yakni rakyat memberikan darmanya kepada pemerintah Jepang demi kemenangan perang.

Agar pengalaman yang sudah terjadi tidak terulang, yakni pimpinan organisasi membelokkan organisasi sehingga tidak sesuai harapan Jepang, maka Jawa Hokokai dipimpin langsung oleh orang Jepang, yakni gunseikan. Sedangkan penasehatnya boleh orang Indonesia, yakni Sukarno dan Hasyim Asy’ari.

Organisasi ini sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Di tingkat daerah (syu/shu) dipimpin oleh syucokan dan seterusnya sampai ke tingkat daerah ku oleh kuco, bahkan sampai ke gumi di bawah pimpinan gumico. Dengan demikian, Jawa Hokokai memiliki alat sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai RT (gumi atau tonari gumi). Tonari gumi dibentuk untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 20 keluarga. Para kepala desa atau kepala dukuh atau ketua RT bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing. 

Program kegiatan Jawa Hokokai adalah sebagai berikut. 

1) Melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang. 

2) Memimpin rakyat berdasarkan semangat kekeluargaan. 

3) Memperkukuh pembelaan tanah air.

Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggotaanggotanya atas bermacam-macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya, Kyoiku Hokokai (kebaktian para guru), Isi Hokokai (kebaktian para dokter), dan sebagainya. Dalam perkembangannnya, Jawa Hokokai memobilisasi potensi rakyat untuk kemenangan perang Jepang, misalnya dalam bidang ekonomi dengan cara penarikan hasil bumi untuk keperluan perang.

2. Organisasi Semimiliter dan Militer

Dalam memerintah Indonesia, Jepang menerapkan pemerintahan militer. Untuk itu, Jepang mengambil kebijakan membuat organisasi yang bersifat semimiliter dan

militer. Para pemuda dilatih Jepang untuk disiplin dan memiliki semangat juang yang tinggi (seishin) dan berjiwa kesatria (bushido). Untuk lebih jelasnya, berikut ulasannya.

a. Organisasi Semimiliter

1) Seinendan

Seinendan (korps pemuda) adalah sebuah organisasi yang mewadahi para pemuda yang berusia 14 sampai 22 tahun. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Kepentingannya bagi Jepang ialah menjadi tenaga cadangan dalam menghadapi perang Asia Timur Raya. Seinendan difungsikan sebagai barisan cadangan yang mengamankan garis belakang. Pengorganisasian Seinendan diserahkan kepada penguasa setempat, misalnya di tingkat syu/shu (keresidenan) ketuanya syucokan sendiri. Begitu juga di tingkat daerah ken (kabupaten), ketuanya kenco sendiri, dan seterusnya sampai ke tingkat gun (kawedanan), son (kecamatan), aza (dusun), dan gumi (RT). Tokoh-tokoh yang pernah mencicipi pendidikan Seinendan adalah Sukarni dan Latief Hendraningrat.

2) Keibodan

Keibodan (korps kewaspadaan) anggotanya berusia 25 sampai 35 tahun. Tujuannya untuk membantu tugas polisi Jepang dalam menjaga keamanan dan ketertiban. Untuk itu, mereka dilatih kemiliteran. Pembina Keibodan adalah Departemen Kepolisian (Keimubu) dan di daerah syu (keresidenan) dibina oleh bagian kepolisian (Keisatsubu). Di kalangan orang Cina juga dibentuk Keibodan yang diamakan Kakyo Keibotai. Organisasi keibodan juga dibentuk di daerahdaerah seluruh Indonesia meskipun namanya berbedabeda. Misalnya Keibodan di Sumatra disebut Bogodan atau di Kalimantan disebut Borneo Konan Kokokudan. Ketika situasi perang semakin memanas, Jepang melatih Fujinkai (perkumpulan wanita) dengan diberi latihan militer sederhana. Bahkan, pada tahun 1944 dibentuk Pasukan Srikandi. Organisasi sejenis juga dibentuk untuk usia murid SD yang disebut Seinentai (barisan murid sekolah dasar). Kemudian, untuk murid SMP dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan).

3) Barisan Pelopor

Jepang membentuk Chuo Sangi in (semacam DPR). Salah satu keputusan lembaga itu adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan keadaran di kalangan rakyat untuk 143 membela tanah air dari serangan musuh. Sebagai bentuk nyata dari keputusan itu, Jepang pada 1 November 1944 membetuk organisasi baru yang bernama Barisan Pelopor. Melalui organisasi ini diharapkan adanya kesadaran rakyat untuk berkembang sehingga jika tanah airnya diserang musuh, maka rakyat siap membantu Jepang mempertahankan tanah airnya.

Organisasi ini dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor berkembang pesat hanya di perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer bagi angotanya meskipun hanya menggunakan senapan dari kayu dan bambu runcing. Anggotanya sangat heterogen karena ada yang terpelajar, berpendidikan rendah, bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan sekalipun.

Tokoh yang pernah menjadi anggotanya adalah Supeno, D.N. Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi. Dengan adanya organisasi ini, nasionalisme dan rasa persaudaran di lingkungan rakyat Indonesia semakin berkobar. Organisasi ini di bawah naungan Jawa Hokokai.

4) Hizbullah

Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso mengeluarkan pernyataan tentang pemberian kemerdekaan untuk Indonesia karena kekalahan Jepang ada di mana-mana sehingga Jepang mengalami berbagai kesulitan. Cara yang ditempuhnya menambah kekuatan yang sudah ada, yakni membentuk pasukan cadangan khusus dari pemuda-pemuda Islam sebanyak 40.000 orang.

Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi menyambut antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja sambutan itu disambut gembira pemerintah Jepang.

Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk persiapan menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944, Jepang membentuk organisasi 144 baru berupa pasukan sukarelawan Islam yang dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya disebut Kaykio Seinin Teishinti. Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut.

1. Sebagai tentara cadangan, Melatih diri baik jasmani maupun rohani dengan giat,Membantu tentara Dai Nippon Menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh,Menggiatkan usaha-usaha untuk kepentingan tugas perang.

2. Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut,Menyiarkan agama Islam,Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam,Membela agama dan umat Islam Indonesia.

Agar organisasi berjalan lancar, maka dibentuk pengurus pusat Hizbullah dengan ketuanya K.H. Zainul Arifin, wakil ketuanya Moh. Roem, dan anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangunsasmito, Kia Zarkasi, dan Anwar Cokroaminito.

Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang perwira Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik. Dalam pelatihan, selain keterampilan militer juga kerohanian.

Keterampilan fisik militer dilatih oleh para komandan Peta, sedangkan bidang mental kerohanian dilatih oleh K.H. Mustafa Kamil (bidang kekebalan), K.H. Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul Halim (bidang politik), dan K.H. Tohir (bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di Cibarusa itu ternyata membentuk kader pejuang yang militan serta menumbuhkan semangat nasionalisme para kader Hizbullah.

Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-masing dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah berkembang dengan pesat. Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa adalah pusat pemerintahan. Jika musuh sewaktu-waktu menyerang, maka Hizbullah akan mempertahankan dengan penuh semangat. Semangat itu tentunya bukan karena membantu Jepang, tetapi demi tanah air Indonesia. Jika barisan pelopor di bawah naungan Jawa Hokokai, maka Hizbullah di bawah naungan Masyumi.

b. Organisasi Militer

1) Heiho

Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan dari dibentuknya Heiho adalah membantu tentara Jepang. Anggotanya 42.000 orang, tetapi mereka tidak sampai berpangkat perwira karena perwira hanya untuk orang Jepang.

Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain 

1) usia 18 sampai 25 tahun, 

2) berbadan sehat, 

3) berkelakuan baik, dan 

4) berpendidikan minimal sekolah dasar. 

Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun kubu-kubu pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara Jepang di medan perang. Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjukan di peperangan melawan tentara Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang sampai ke Burma.

Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan menurut daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra menjadi bagian dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah dibagi menjadi beberapa angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian (kempeitei). Keterampilan khusus juga diberikan, misalnya bagian senjata antipesawat terbang, tank, artileri, dan pengemudi mesin perang.

2) Peta

Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan Sekutu dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer lain yang bernama Peta (Pembela Tanah Air). Para anggota Peta mendapat pelatihan militer karena organisasi ini organisasi militer.

Semula, yang ditugasi melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari bagian inteligen yang disebut Tokubetsu Han. Bahkan, sebelum ada perintah melatih Peta, Tokubetsu Han sudah melatih pemuda Indonesia untuk menjadi inteligen yang dipimpin oleh Yanagawa.

Pelatihan pertama berlokasi di Tangerang dengan anggota 40 orang dari seluruh Jawa. Baru pada pelatihan tahap kedua, Jenderal Kumaikici Harada panglima tentara Jepang memerintahkan untuk membentuk Peta dan melatih Peta. Pada 3 Oktober 1943, secara resmi Peta didirikan dan anggota Peta berasal dari berbagai golongan, termasuk dari Seinendan.

Dalam Peta sudah dikenalkan pangkat, misalnya daidanco (komandan batalion), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco (komandan regu), dan giyuhei (prajurit sukarela). Untuk mencapai tingkat perwira Peta, para anggota harus melalui pendidikan khusus. Pertama kali pendidikan dilaksanakan di Bogor dan setelah mereka lulus pelatihan ditempatkan di berbagai daidanco (komandan batalion) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali.

Dalam organisasi, Peta tidak seperti Heiho yang ditempatkan pada struktur organisasi tentara Jepang. Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya yang melawan apabila terjadi serangan dari pihak musuh. Tegasnya, Peta dibentuk untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu.

Dalam kedudukan struktur organisasi, Peta memiliki kedudukan yang lebih bebas/fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang sampai mencapai perwira. Untuk itulah banyak orang yang tertarik untuk menjadi anggota Peta. Sampai pada akhir pemerintahan Jepang, anggota Peta sudah mencapai 37.000 orang di Jawa dan Sumatra mencapai 20.000 orang.

Di Sumatra, nama yang terkenal bukan Peta, tetapi Giyugun (prajurit-prajurit sukarela). Orang-orang Peta inilah yang kemudian hari sangat berperan dalam ketentaraan setelah Indonesia merdeka. Tokoh terkenal Peta adalah Supriyadi dan Sudirman.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Strategi Politik Jepang Membentuk Organisasi Kemasyarakatan"

Post a Comment