Pertempuran Palagan Ambarawa

Pertempuran Palagan Ambarawa 

Melawan Sekutu Pertempuran Ambarawa terjadi pada 29 November 1945 dan berakhir pada 15 Desember 1945. Pada 20 Oktober 1945, pasukan Sekutu di bawah komando Brigadir Jenderal Bethell mendarat di Semarang untuk melucuti senjata pasukan Jepang dan membebaskan tahanan perang yang masih ditahan di kamp-kamp konsentrasi di Jawa Tengah. 

Awalnya, pasukan disambut di daerah itu. Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro setuju untuk memberi mereka makanan dan kebutuhan lainnya sebagai imbalan janji Sekutu untuk menghormati kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Ternyata, mereka diboncengi oleh NICA. 

Pada 26 Oktober 1945, pecah insiden di Magelang yang berkembang menjadi pertempuran antara TKR dengan tentara Sekutu. Insiden itu berhenti setelah kedatangan Presiden Sukarno dengan Brigadir Jenderal Bethell di Magelang pada 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan tercapai kata sepakat berikut ini. a. Pihak Sekutu tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus tawanan perang Jepang dan interniran Sekutu. b. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia-Sekutu. c. Sekutu tidak mengakui aktifitas NICA dan badan-badan yang berada di bawah NICA. 

Ternyata, Sekutu ingkar janji. Pada 20 November 1945, di Ambarawa pecah pertempuran antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu. Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah lindungan pesawat tempur. 

Ketika pasukan Sekutu dan NICA tiba di Ambarawa, mereka membebaskan sekitar 28.000 tahanan Belanda termasuk wanita dan anak-anak dari kamp konsentrasi di dalamnya. Mereka mempersenjatai kembali para tahanan interniran Belanda untuk memperkuat pasukan mereka melawan TKR. 

Tanggal 22 November 1945, pertempuran terjadi di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan pengeboman di kampung-kampung sekitar Ambarawa. Karena di dukung oleh tank dan pesawat tempur, Sekutu terus bergerak ke Magelang. 

Di bawah kepemimpinan Letnan Kolonel Sarbini, pemimpin Resimen Magelang, didukung oleh pasukan gabungan dari Ambarawa dan Surakarta yang dipimpin oleh Oni Sastrodihardjo, tentara Republik dapat mengepung dan hendak menghancurkan pasukan Sekutu. Menghindar dari ancaman besar seperti itu, Sekutu mundur dari Magelang dan kembali ke Ambarawa. Mereka mendirikan benteng di dua desa di dekat kota. Tempat mereka kemudian diserang oleh pasukan Indonesia. 

Tanggal 26 November 1945, komandan sektor itu, Letnan Kolonel Isdiman, tidak dapat sepenuhnya menyelesaikan misi karena meninggal dalam serangan udara Sekutu yang diserang peluru senapan mesin Mustang. Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman seolah membakar semangat juang pasukan TKR di Palagan Ambarawa. 

Kolonel Sudirman, Panglima Divisi 5 Banyumas, yang kehilangan salah satu perwira terbaiknya, memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan pertempuran itu sendiri. Dia mengoordinasikan komandan sektor untuk memperketat pengepungan. Kehadiran Sudirman ini semakin menambah semangat tempur TKR dan para pejuang yang sedang bertempur di Ambarawa. 

Tanggal 12 Desember 1945, Sudirman mengoordinasikan bawahannya untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa dengan segala cara. Saat itu, ia menggunakan teknik yang disebut Supit Urang (menjepit dari dua sisi), yang berasal dari kisah perang Bharata Yudha. Taktik ini segera diterapkan sehingga musuh mulai terjepit dan situasi pertempuran semakin menguntungkan pasukan TKR. 

Selama empat hari, pertempuran berlangsung terus-menerus sehingga pasukan Sekutu benar-benar terputus dari markas mereka di Semarang. Tentara-tentara Indonesia yang didukung oleh orang-orang sipil yang direkrut bertempur dengan sengit melawan pasukan Sekutu yang terdiri dari pasukan Inggris, NICA, dan para tahanan Jepang yang dipersenjatai kembali. 

Angkatan Udara Kerajaan Inggris secara intensif membombardir Ungaran untuk membuka jalan ke Semarang yang kemudian dipegang oleh pasukan Indonesia dan memberondong Ambarawa dari udara berulang kali. Sekutu juga melancarkan serangan udara ke Solo dan Yogyakarta yang bertujuan untuk menghancurkan stasiun radio lokal tempat semangat juang dipertahankan. 

Tanggal 15 Desember 1945, pertempuran yang dimulai oleh pasukan Sekutu berakhir dengan sebuah bencana. Ambarawa menjadi lautan api ketika pasukan Sekutu membakar rumah-rumah lokal sebelum mereka mundur ke Semarang. Dalam pertempuran itu, pasukan TKR mengalami kemenangan karena bisa memukul mundur Sekutu dari Ambarawa menuju Semarang. Kolonel Sudirman masih dalam pakaian seragamnya mengambil air wudhu dan kemudian bersimpuh salat sujud syukur. Tidak banyak yang tahu bahwa orang yang bersujud syukur itu baru saja menyelesaikan tugasnya mengukuhkan akar kemerdekaan bangsanya. Tidak banyak pula yang mengetahui bahwa pria yang bersimpuh itu pada konferensi besar TKR tanggal 12 November 1945 terpilih menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia yang masih sangat muda. 

Pada 15 Desember 1974, hari ketika Sekutu diusir dari Ambarawa, Presiden Suharto meresmikan Monumen Nasional Ambarawa Battlefield untuk memperingati peristiwa heroik. Kemenangan pertempuran itu kini diabadikan dengan berdirinya Monumen Ambarawa dan diperingati sebagai Hari Tentara Juang Kartika. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pertempuran Palagan Ambarawa "

Post a Comment