Pertempuran Lima Hari di Semarang Melawan Jepang

Pertempuran Lima Hari di Semarang Melawan Jepang 

Setelah berita proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, akhirnya berita bahwa Indonesia merdeka sudah masuk ke telinga warga Semarang. Hal tersebut membuat para pemuda Semarang semakin berani untuk melucuti tentara Jepang yang sebelumnya sudah kalah dalam Perang Dunia II. Namun, pada 14 Oktober 1945, Mayor Kido menolak untuk dilucuti senjatanya sehingga suasana semakin mencekam. 

Penolakan tersebut membuat warga Semarang marah. Mereka menjadikan Rumah Sakit Purusara menjadi markas besar warga Semarang saat itu. Pada tanggal yang sama, yaitu 14 Oktober 1945, tepatnya pukul 06.30 WIB, warga Semarang mendapat perintah untuk menghadang semua kendaraan tentara Jepang yang lewat di sekitar Rumah Sakit Purusara. 

Para pemuda berhasil menghadang salah satu kendaraan Jepang milik Kempetai dan melucuti senjatanya. Sore harinya, para pemuda mencari tentara Jepang yang berada di sekitar Semarang untuk dipenjarakan di Bulu. Amarah warga Semarang semakin besar ketika dalam upaya pemindahan tawanan Jepang ke penjara Bulu ada beberapa tentara Jepang yang meloloskan diri dan bergabung dengan pasukan Kidobutai di Jatingaleh untuk minta perlindungan. 

Oleh karena itu, tanpa menunggu perintah, para pemuda segera menyerang dan melakukan perebutan senjata terhadap tentara Jepang. Terjadilah pertempuran sengit antara pemuda Semarang melawan tentara Jepang. Pertempuran ini dikenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang. 

Melihat kondisinya yang semakin terdesak, Jepang mulai melakukan balasan secara mendadak dengan cara menyerang dan melucuti delapan polisi yang sedang ditugaskan untuk menjaga sumber air minum di Candi, Desa Wungkal. Selanjutnya, kedelapan polisi tersebut dibawa ke markas Kidobutai di Jatingaleh untuk diperiksa sambil disiksa. 

Setelah kejadian tersebut, terdengar desas-desus bahwa tentara Jepang telah meracuni sumber air minum warga Semarang di Candi Desa Wungkal. Menjelang malam, Rumah Sakit Purusara meminta dr. Kariadi untuk memeriksa dan mengecek sumber air minum warga Semarang karena terdengar kabar bahwa sumber mata air tersebut sudah diracuni tentara Jepang. 

Tanpa rasa takut, demi menyelamatkan ribuan warga semarang, dr. Kariadi berniat akan langsung memeriksa kebenaran berita tersebut, padahal waktu itu Jepang gencar melakukan serangan. dr. Kariadi pun pergi ke Candi. Namun, sebelum sampai di lokasi, tepatnya di Jalan Pandanaran, rombongan dr. Kariadi dihadang oleh pasukan Jepang dan dr. Kariadi ditembak secara keji oleh tentara Jepang. Berita kematian dr. Kariadi membuat amarah warga Semarang semakin besar, hingga akhirnya para pemuda Semarang melakukan beberapa serangan kepada tentara Jepang. 

Tanggal 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan 3.000 tentara Jepangnya untuk melakukan agresi ke pusat Kota Semarang. Dengan penuh semangat, para pemuda Semarang terus mempertahankan daerahnya masing-masing. Jepang secara diamˇdiam melakukan berbagai penyerangan di kampung-kampung kecil. Para pemuda berhasil menangkap Mayor Jenderal Nakamura di kediamannya di Magelang. Tokoh Jepang ini ditahan para pemuda sehingga semakin meningkatkan kemarahan tentara Jepang. 

Tanggal 17 Oktober 1945 pula, disepakati gencatan senjata yang diadakan di Candi Baru. Sekalipun dalam perundingan gencatan senjata sudah disepakati, ternyata tentara Jepang masih melanjutkan pertempuran. Pada 18 Oktober 1945 (hari kelima), Jepang berhasil mematahkan serangan para pemuda Semarang. Pada hari itu juga telah datang utusan pemerintah pusat di Jakarta untuk melakukan perundingan dengan Jepang. 

Utusan tersebut adalah Kasman Singodimejo dan Sartono. Hadir di pihak Jepang di antaranya Jenderal Nakamura. Kemudian, diadakan perundingan untuk mengatur gencatan senjata. Nakamura mengancam, jika sampai 19 Oktober 1945, pukul 10.00, para pemuda Semarang tidak menyerahkan senjata, maka Kota Semarang akan diluluhlantakkan dengan cara dibom. Akhirnya, Wongsonegoro, Gubernur Jawa Tengah saat itu, terpaksa menyetujui dengan membubuhkan tanda tangan pada perjanjian itu. 

Pada 19 Oktober 1945 pagi hari, pemuda Semarang belum tampak menyerahkan senjata kepada Jepang. Sementara itu, tentara Jepang sudah menyiapkan mesiu untuk menghancurkan Kota Semarang. 

Tiba-tiba, pukul 07.45 terdengar kabar bahwa Sekutu telah mendarat di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dengan tujuan melucuti senjata Jepang. Dengan datangnya Sekutu, maka pertempuran antara pejuang Semarang dengan tentara Jepang berakhir. 

Please wait 59 sec.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pertempuran Lima Hari di Semarang Melawan Jepang "

Post a Comment