Perlawanan Sultan Hamengku Buwono II dan Raja Banten

Perlawanan Sultan Hamengku Buwono II dan Raja Banten


Daendels tidak menyukai raja-raja Jawa karena semangatnya yang anti feodalis. Dia memang pengagum Napoleon Bonaparte yang menyebarkan paham republikanisme, kebebasan, kesetaraan. Kebijakan yang antifeodal tampak pada sikapnya terhadap Raja Solo dan Raja Yogyakarta, yakni:

a. Semua Raja Jawa harus mengakui Raja Belanda, junjungannya.

b. Mengangkat pejabat Belanda dengan sebutan minister.

c. Jika di VOC seorang residen Belanda ketika menghadap raja diperlakukan sama seperti seorang bupati dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada Raja 22 Jawa, maka minister tidak diperlakukan seperti itu. Minister duduk sejajar dengan raja dan tidak perlu mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat.

d. Ketika minister datang ke keraton harus disambut raja.

e. Ketika bertemu di jalan dengan raja, minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi cukup membuka jendela.

Melihat tindakan Daendels seperti itu, Sultan Hamengkubuwono II membangkang dan akhirnya Daendels menyerbu Yogyakarta lalu menurunkan Sultan Hamengkubuwono II dan menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III yang masih kecil.

Sikap yang kedua ialah terhadap Raja Banten. Daendels mengasingkan Raja Banten karena menentang pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Karena otoriter, Daendels dipanggil ke Belanda. Ada dua versi sebab Daendels dipanggil, yakni tenaganya diperlukan untuk memimpin tentara Prancis menghadapi Rusia atau hubungannya yang buruk dengan raja-raja Jawa dikhawatirkan merugikan Belanda jika Inggris menyerbu Jawa

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perlawanan Sultan Hamengku Buwono II dan Raja Banten"

Post a Comment