Periode Moderat/ Kooperatif pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Periode Moderat/ Kooperatif pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia 

Periode moderat/kooperatif merupakan periode awal kebangkitan nasional, ketika gerakan nasionalisme di Indonesia diwarnai dengan perjuangan untuk memperbaiki kondisi sosial dan budayanya. Sifat gerakan organisasi yang lahir pada periode ini adalah moderat dan kooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda. Organisasi yang lahir pada periode ini antara lain sebagai berikut. 

1. Budi Utomo 

Budi Utomo adalah organisasi pergerakan nasional yang pertama kali didirikan pada 20 Mei 1998 di Jakarta. Kemunculan organisasi ini tidak lepas dari pengaruh penerapan politik etis dari pihak Belanda. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi Budi Utomo didirikan dengan tujuan untuk menggalang dana demi membantu anak-anak bumiputra yang kekurangan dana. 

Ide tersebut kemudian dikembangkan oleh Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA yang kemudian dipilih menjadi ketua organisasi tersebut. Sebagian besar pendiri Budi Utomo adalah pelajar STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan R.T. Ario Tirtokusumo. 

Para tokoh pendiri Budi Utomo berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemajuan, pendidikan dan pengajaran harus menjadi perhatian utama. Organisasi ini memiliki corak sebagai organisasi modern, yaitu memiliki pimpinan, ideologi, dan keanggotaan yang jelas. Organisasi Budi Utomo bersifat kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda, moderat, serta tidak membedakan agama, keturunan, dan jenis kelamin. 

Pada 3-5 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan kongres pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu, dibahas dua prinsip perjuangan, yaitu golongan muda yang menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan tua yang mempertahankan cara lama, yaitu perjuangan sosio-kultural. 

Selanjutnya, kongres Budi Utomo tahun 1931 di Jakarta memutuskan bahwa Budi Utomo terbuka bagi seluruh bangsa Indonesia. Pada kongres tahun 1932 di Solo, diputuskan secara tegas bahwa tujuan Budi Utomo adalah mencapai Indonesia merdeka. Untuk tujuan inilah pada tahun 1935 Budi Utomo rela meleburkan dirinya dengan mengadakan fusi dan membentuk suatu wadah baru yang lebih besar, yaitu Partai Indonesia Raya (Parindra). 

2. Sarekat Islam (SI) 

Organisasi lain yang berdiri pada periode moderat/kooperatif adalah Sarekat Islam (Syarikat Islam). Organisasi ini merupakan pengembangan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tahun 1909 di Jakarta oleh R.M. Tirtodisuryo. Tujuan utama SDI adalah untuk membela kepentingan pedagang Indonesia dari ancaman persaingan dengan pedagang Cina. Namun, karena sering terjadi perkelahian dan kerusuhan yang dilakukan pedagang Cina dan SDI, maka pemerintah melarang SDI. 

Atas anjuran H.O.S. Cokroaminoto, pada 10 September 1912, SDI diubah menjadi Sarekat Islam. Dasar organisasi Sarekat Islam adalah persatuan bangsa dengan Islam sebagai tali atau simbol persatuan. Tujun dari organisasi ini adalah kemajuan perdagangan, kemajuan hidup kerohanian, dan menggalang persatuan di antara umat Islam. 

Sarekat Islam merupakan partai yang diorganisasi oleh pengusaha kecil Indonesia. Tokoh-tokoh Sarekat Islam yang terkenal adalah H.O.S. Cokroaminoto, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis. Untuk mendekati atau menarik rakyat, agama Islam-lah yang dijadikan daya tariknya. Jadi, untuk bisa menjadikan Sarekat Islam suatu organisasi yang kuat, ia harus bersifat massal. Hingga tahun 1916, Sarekat Islam telah memiliki 80 cabang Sarekat Islam lokal di seluruh Indonesia dengan jumlah anggota 800.000 orang. 

Pada tahun 1913, Sarekat Islam menyelenggarakan kongres pertama di Surabaya. Kongres itu menetapkan keputusan sebagai berikut. a. Sarekat Islam bukan partai politik. b. Sarekat Islam tidak melawan Pemerintah Hindia Belanda. c. Haji Oemar Said Cokroaminoto dipilih menjadi ketua Sarekat Islam. d. Kota Surabaya ditetapkan menjadi pusat kegiatan Sarekat Islam. 

3. Muhammadiyah 

Organisasi yang lahir pada periode moderat/kooperatif adalah Muhammadiyah. Keberadaan organisasi Budi Utomo telah memberikan inspirasi kepada K.H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi yang bersifat modern. Ia pun mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912 yang bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan. 

Salah satu tujuan didirikannya Muhammadiyah adalah untuk memurnikan ajaran Islam, yaitu seharusnya Islam bersumber pada Alquran dan Al-Hadis, tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal yang baik dan mencegah hal yang buruk. 

Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan, dan dakwah melalui media atau surat kabar. Sistem pendidikan dibangun dengan cara sendiri, menggabungkan cara tradisional dengan cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yang dilakukan di dalam kelas. 

Dalam bidang kemasyarakatan, organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial dan tolong-menolong sesama muslim. 

Selanjutnya, organisasi wanita juga dibentuk dengan nama ‘Aisyiyah di Yogyakarta sebagai bagian dari organisasi wanita Muhammadiyah. Nama tersebut terinspirasi dari nama ‘Aisyah, istri Nabi Muhammad yang dikenal taat beragama, cerdas, dan rajin bekerja untuk mendukung eko nomi rumah tangga. Diharapkan profil ‘Aisyah juga menjadi profil warga ‘Aisyiyah. 

Aisyiyah yang masih eksis sampai sekarang didirikan sebagai pembantu peran kaum perempuan, terutama bidang keagamaan. Ketika ‘Aisyiyah berdiri, perempuan tidak mendapatkan akses pendidikan dan kemasyarakatan karena dianggap tidak perlu mengenyam pendidikan, apalagi mempunyai peran kemasyarakatan. 

Aisyiyah berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki samaˇsama mempunyai kewajiban untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk melalui bidang pendidikan. 

4. Taman Siswa 

Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Awalnya, Taman Siswa memiliki nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Institut Pendidikan Nasional Taman Siswa). Saat itu, Taman Siswa hanya memiliki 20 murid kelas Taman Indria. Kemudian, Taman Siswa berkembang pesat dengan memiliki 52 cabang dengan murid kurang lebih 65.000 siswa. 

Azas Taman Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Artinya, “guru jika di depan harus memberi contoh atau teladan, di tengah harus bisa menjalin kerja sama, dan di belakang harus memberi motivasi atau dorongan kepada para siswanya”. Hingga saat ini, azas ini masih relevan dan penting dalam dunia pendidikan. Taman Siswa mendobrak sistem pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengajukan sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional yang ditawarkan adalah pendidikan bercirikan kebudayaan asli Indonesia. 

Taman Siswa mengalami banyak kendala dari pihak-pihak yang tidak mendukung. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan berbagai aturan untuk membatasi pergerakan Taman Siswa, seperti dikenai pajak rumah tangga dan Undang-undang Ordonansi Sekolah Liar Tahun 1932, yakni larangan mengajar bagi guru-guru yang terlibat partai politik. Meski demikian, Taman Siswa mampu memberikan kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat luas dengan pendidikan. 

Taman Siswa juga mampu menyediakan pendidikan untuk rakyat yang tidak mampu disediakan oleh pemerintah kolonial. Saat ini, sekolah Taman Siswa masih berdiri dan tetap berperan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. 

5. Partai Indonesia Raya (Parindra) 

Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. 

Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. 

Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. 

Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan. yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. 

Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad.

Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. 

6. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) 

Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari partai-partai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam GAPI, masingˇmasing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai, GAPI bertindak sebagai penengah. 

Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama untuk membela kepentingan rakyat. 

Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah situasi internasional pada saat itu. Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra) mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik Indonesia (GAPI). 

Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara, Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra (Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam Indonesia), PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia), Persatuan Minahasa, dan Pasundan. Dasarˇdasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia, demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi, sosial, serta kesatuan aksi. 

Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia. Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 

1) menghimpun organisasi-organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 

2) menyelenggarakan kongres Indonesia. 

Pada bagian lain anggaran dasarnya, disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal berikut, 

1) hak untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 

2) persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan dalam paham politik, serta 

3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. 

Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan begitu saja. 

Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggotaˇanggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu, perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapat tanggal 4 Juli 1939, GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. 

Pada 1 September 1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya memberikan otonomi sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme. Tentu saja Belanda tidak bereaksi. Di samping itu, GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. 

Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada 19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. a. Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda. c. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI. Berparlemen merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai, baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia. 

Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940 tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Nederland menjadi Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia dengan Belanda. 

Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin, Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat tanggapan yang umumnya negatif dari pemerintah sehingga ditarik kembali oleh para sponsornya. Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika organisasi tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni BelandaˇIndonesia yang berdasarkan atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad akan berubah menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem pemilihan yang adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI, Indonesia Berparlemen telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk mempelajari perubahan-perubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman karena nama ketuanya Visman ini dibentuk pada November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. 

Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes. 

Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah. 

Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya. Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan yang menggantikan De Jonge pada tahun 1936. 

Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad. 

Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. 

Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan. 

Please wait 59 sec.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Periode Moderat/ Kooperatif pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia "

Post a Comment