Pembentukan Identitas Diri dan Sosial

Pembentukan identitas diri dan sosial

A. Identitas Diri

Pengertian Identitas Diri 

Erikson merupakan ahli yang pertama kali menyajikan teori yang cukup komprehensif dan provokatif tentang perkembangan identitas diri terutama pada masa remaja. Teori Erikson dikenal juga sebagai “ego psychology” yang menekankan pada konsep bahwa “diri (self)” diatur oleh ego bawah sadar/unconcious ego serta pengaruh yang besar dari kekuatan sosial dan budaya di sekitar individu (Muus, 1996). Ego bawah sadar ini menyediakan seperangkat cara dan aturan untuk menjaga kesatuan berbagai aspek kepribadian serta memelihara individu dalam keterlibatannya dengan dunia sosial, termasuk menjalankan tugas penting dalam hidup yakni mendapatkan makna dalam hidup.

Pengertian Identitas diri yang dimaksud Erikson dirangkum menjadi beberapa bagian (Erickson, 1989), yakni :

a. Identitas diri sebagai intisari seluruh kepribadian yang tetap tinggal sama dalam diri seseorang walaupun situasi lingkungan berubah dan diri menjadi tua.

b. Identitas diri sebagai keserasian peran sosial yang pada prinsipnya dapatberubah dan selalu mengalami proses pertumbuhan.

c. Identitas diri sebagai „gaya hidupku sendiri‟ yang berkembang dalam tahap-tahap terdahulu dan menetukan cara-cara bagaimana peran sosial diwujudkan.

d. Identitas diri sebagai suatu perolehan khusus pada tahap remaja dan akan diperbaharui dan disempurnakan setelah masa remaja.

e. Identitas diri sebagai pengalaman subjektif akan kesamaan sertakesinambungan batiniahnya sendiri dalam ruang dan waktu.

f. Identitas diri sebagai kesinambungan dengan diri sendiri dalam pergaulandengan orang lain.

Dari beberapa keterangan mengenai identitas dapat disimpulkan bahwa identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari azas-azas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Persatuan ini merupakan inti pada seseorang yang menentukan cara meninjau diri sendiri dalam pergaulan dan tinjauanya keluar dirinya (Gunarsa, 2003). 

Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sebagai pribadi sendiri serta tidak tenggelam dalam peran yang dimainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar, atupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat dia memberikan loyalitasnya, bukan sekadar mengikuti pilihan orangtuanya. 

Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang dia inginkan pada masa mendatang. Istilah pencarian identitas diri sebagai sebuah upaya untuk meneguhkan suatu konsep diri yang bermakna, merangkum semua pengalaman berharga di masa lalu, realitas keyakinan yang terjadi termasuk juga aktivitas yang dilakukan sekarang serta harapan di masa yang akan datang menjadi sebuah kesatuan gambaran tentang diri yang utuh, berkesinambungan dan unik (Muus, 1996).

Faktor-Faktor pembentuk identitas diri 

Selain dipengaruhi oleh perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial dan moral yang pesat. Identitas diri juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (Erickson, 1989):

a. Perkembangan para

b. Pengaruh keluarga

c. Pengaruh individuasi dan connectedness

Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri remaja

Menurut Marcia terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri remaja, yaitu :

1. Tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja.

2. Gaya pengasuhan orang tua.

3. Adanya figur yang menjadi model.

4. Harapan sosial tentang pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga, sekolah dan teman sebaya.

5. Tingkat keterbukaan individu terhadapberbagai alternatif identitas.

6. Tingkat kepribadian pada masa pra-adolescence yang memberikan sebuah landasan yang cocok untuk mengatasi identitas.

Erikson (1968) mengatakan bahwa perkembangan identitas terdiri dari aspek psikologi dan aspek sosial seperti yang disebutkan dibawah ini:

a. Perkembagan individu berdasarkan rasa kesamaan diri dan berkelanjutan di semua bidang, dan kepercayaan kesamaan diri dan kontuniutas yang diakui lingkungannya.

b. Banyak aspek dalam pencarian identitas diri yang disadari, namun motivasi ketidak sadaran justru memainkan peranan penting. Dalam taraf ini, perasaan ketidakberdayaan mungkin digantikan oleh pengharapan pada kesuksesan.

c. Identitas tidak dapat berkembang tanpa aspek fisik, mental dan kondisi sosial yang pasti.

d. Perkembangan identitas tergantung pada masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Proses pencapaian identitas berawal dengan berakhirnya pengidentifikasian diri individu terhadap orang tua atau orang dewasa di sekeliling individu. Individu tidak lagi mengidentifikasi dirinya dengan anggota tubuh, penampilan dan orang tuanya. Proses pencapaian identitas tergantung pada keadaan masyarakat dimana dia tinggal sehingga kemudian masyarakat mengenalnya sebagai individu yang telah menjadi dirinya sendiri dengan caranya sendiri (Erikson,1989).

B. Identitas Sosial

Identitas sosial (social identity) adalah keterkaitan, keterlibatan, peduli dan rasa bangga yang bersumber dari pengetahuan seseorang tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial sehingga timbul rasa kebersamaan, signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut yang membedakan dengan kelompok lainnya. Identitas sosial merupakan bagian dari konsep diri individu yang berasal dari pengetahuannya selama berada dalam kelompok sosial tertentu dengan disertai internalisasi nilai-nilai, emosi, partisipasi, rasa peduli dan bangga sebagai anggota kelompok tersebut. Identitas sosial seseorang terbentuk melalui proses sosial sehingga membedakannya dengan orang lain dilihat dari ciri-ciri sosial seperti kebiasaan berpakaian, gaya bahasa, kebiasaan mengisi waktu luang, komunitas yang dibentuk, kebiasaan berbelanja dan sebagainya.

Identitas sosial seseorang ditentukan oleh kelompok dimana ia tergabung. Orang yang termotivasi untuk bergabung dengan kelompok yang paling menarik dan atau memberikan keuntungan bagi kelompok dimana ia tergabung di dalamnya. Seseorang akan berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan identitas sosial yang positif dan ketika identitas sosial dipandang tidak memuaskan, mereka akan bergabung dengan kelompok dimana mereka merasa lebih nyaman dan menyenangkan. Menurut Hogg dan Abram (1990), identitas sosial adalah rasa keterkaitan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat.

Fungsi dan Karakteristik Identitas Sosial

Fungsi identitas sosial seseorang atau sekelompok orang adalah untuk membantu menemukan jati diri dan rasa percaya diri yang lebih tinggi, efisien, efektif. Pada dasarnya

setiap individu ingin dan selalu berlomba memiliki identitas yang positif di mata kelompoknya dalam rangka mendapatkan pengakuan (recognition) dari pihak yang lain (the others) sehingga nantinya mereka akan mendapatkan suatu persamaan sosial (sosial equality).

Identitas sosial juga membantu seseorang untuk mengenali dirinya dari mana ia berasal melalui cara berpikir dan bertindak. Hal ini kemudian membentuk seseorang menjadi agen sosial, artinya menandakan bahwa seseorang tidak sendirian, tetapi memiliki dukungan dan solidaritas dari pihak lain dalam kelompoknya sendiri. Identitas sosial sangat penting dalam performance dan produktivitas kelompok, yang pada akhirnya menghasilkan persamaan dengan anggota lain. Selain itu, salah satu fungsi mendasar dari identitas sosial adalah setiap anggota kelompok sosial tersebut akan lebih mudah diajak bekerja sama. Dengan demikian, maka pada akhirnya, akan ada konformitas terhadap perilaku dan sikap kelompok dalam kelompok itu sendiri.

Karakteristik Identitas Sosial

Menurut Jenkins (2008), sifat atau karakteristik identitas sosial adalah sebagai berikut:

• Identitas individual dan kolektif berkembang secara sistematis, dan berkembang atas keterlibatan satu sama lain.

• Identitas individu dan kolektif merupakan produk interaksional eksternal yang diidentifikasikan oleh orang lain sebagai identifikasi internal.

• Proses terjadinya identitas dihasilkan baik dalam wacana-narasi, retorika dan representasi dan dalam materi, sering kali bersifat sangat praktis, yang merupakan konsekuensi dari penetapan identitas.

Aspek yang Mengkonseptualisasikan Identitas Sosial

Menurut Baron (2005), terdapat empat dimensi atau aspek yang mengkonseptualisasikan identitas sosial, yaitu sebagai berikut:

a. Persepsi dalam konteks antar kelompok

Dengan mengidentifikasikan diri pada sebuah kelompok, maka status dan gengsi yang dimiliki oleh kelompok tersebut akan mempengaruhi persepsi setiap individu di dalamnya. Persepsi tersebut kemudian menuntut individu untuk memberikan penilaian, baik terhadap kelompoknya maupun kelompok yang lain.

b. Daya tarik in-group

Secara umum, in-group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimana seseorang mempunyai perasaan memiliki dan common identity (identitas umum). Sedangkan out-group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelas berbeda dengan in-group. Adanya perasaan in-group sering menimbulkan in-group bias, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. In-group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out-group dan perasaan suka pada in-group. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain.

c. Keyakinan saling terkait

Identitas Sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu. Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.

d. Depersonalisasi

Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian dalam sebuah kelompok maka individu tersebut akan cenderung mengurangi nilai-nilai yang ada dalam dirinya sesuai dengan nilai yang ada dalam kelompoknya tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh perasaan takut tidak dianggap dalam kelompoknya karena telah mengabaikan nilai ataupun kekhasan yang ada dalam kelompok tersebut.

Motivasi yang Melatar-belakangi Pembentukan Identitas Sosial

Menurut Hogg dan Vaughan (2011), terdapat tiga motivasi yang melatar-belakangi pembentukan identitas sosial pada seseorang, yaitu sebagai berikut:

1. Self-enhancement dan positive distinctiveness

Positive distinctiveness mencakup keyakinan bahwa kelompok kita lebih baik dibandingkan kelompok mereka

2. Uncertainty Reduction

Motif ini secara langsung berhubungan dengan kategorisasi sosial. Individu berusaha mengurangi ketidakpastian subjektif mengenai dunia sosial dan posisi mereka dalam dunia sosial.

3. Optimal Distinctiveness

Individu berusaha menyeimbangkan dua motif yang saling berkonflik (sebagai anggota kelompok atau sebagai individu) dalam meraih optimal distinctiveness.

Identitas diri maupun identitas sosial mutlak dimiliki oleh setiap individu. Setiap individu bisa dan bebas untuk memiliki bermacam-macam identitas, baik identitas maupun identitas pribadi. Keputusan untuk memiliki banyak identitas bergantung pada kebutuhan individu untuk diakui dengan identitas macam aoa. Dan pilihan individu untuk mengkategorikan diri dalam identitas dilakukan secara sadar.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembentukan Identitas Diri dan Sosial"

Post a Comment