Metode Radikal pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Metode Radikal pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia 

Periode radikal merupakan suatu periode yang memunculkan organisasiˇorganisasi politik yang kemudian dinamakan “partai”. Organisasi-organisasi ini pada umumnya bersifat radikal dan nonkooperatif. Mereka tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dalam mewujudkan citaˇcita organisasinya. Organisasi-organisasi tersebut antara lain sebagai berikut. 20 

1. Perhimpunan Indonesia 

Pada awal abad ke-20, para pelajar Hindia yang berada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereniging Salam Historia Lagu “Indonesia Raya” diciptakan W.R. Supratman tahun 1924. Saat itu, umur pemuda yang berasal dari Purworejo ini baru 24 tahun. Lagunya baru diperdengarkan kepada publik tahun 1928. Siapa sangka, pada uang kertas Rp 50.000,00 edisi W.R. Supratman ada tulisan kecil/micro word teks asli lagu Indonesia Raya hasil ciptaannya (1908), yaitu perkumpulan Hindia yang beranggotakan orang-orang Hindia, Cina, dan Belanda. 

Organisasi itu didirikan oleh R.M. Notosuroto, R. Panji Sostrokartono, dan R. Husein Djajadiningrat. Semula, organisasi itu bergerak di bidang sosial dan kebudayaan sebagai ajang bertukar pikiran tentang situasi tanah air. Organisasi itu juga menerbitkan majalah yang diberi nama Hindia Putera. Banyaknya pemuda pelajar di Tanah Hindia yang dibuang ke Belanda semakin menggiatkan aktivitas perkumpulan itu. 

Dalam perkembangan selanjutnya, perkumpulan itu mengutamakan masalah-masalah politik. Jiwa kebangsaan yang semakin kuat di antara mahasiswa Hindia di Belanda mendorong mereka untuk mengganti nama Indische Vereninging menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Selanjutnya, pada tahun 1925, perkumpulan itu berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dengan pimpinan Iwa Kusuma Sumatri, J.B. Sitanala, Moh. Hatta, Sastramulyono, dan D. Mangunkusumo. Nama majalah terbitan mereka juga berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Itu semua merupakan usaha baru dalam memberikan identitas nasionalis yang muncul di luar tanah air. 

Mereka juga membuat simbol-simbol baru, merah putih sebagai lambang mereka, dan Pangeran Diponegoro sebagai tokoh perjuangan. Perhimpunan Indonesia semakin mendapat simpati dari para mahasiswa Indonesia di Tanah Belanda. Jumlah keanggotaannya semakin bertambah banyak. Tahun 1926, jumlah anggota mencapai 38 orang. Di Tanah Belanda itulah para mahasiswa itu menyerukan kepada semua pemuda di Indonesia Hindia untuk bersatu padu dalam setiap gerakan-gerakan mereka. PI bersemboyan “self reliance, not mendiancy”, yang berarti tidak meminta-minta dan menuntut-nuntut. 

Dalam anggaran dasarnya juga disebutkan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya diperoleh melalui aksi bersama, yaitu kekuatan serentak oleh seluruh rakyat Indonesia berdasarkan kekuatan sendiri. Kepentingan penjajah dan yang terjajah berlawanan dan tidak mungkin diadakan kerja sama (nonkooperasi). Bangsa Indonesia harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, tidak tergantung pada bangsa lain. PI menjadi organisasi politik yang semakin disegani karena pengaruh Moh. Hatta. Di bawah pimpinan Hatta, PI berkembang dengan pesat dan merangsang para mahasiswa yang ada di Belanda untuk terus memikirkan kemerdekaan tanah airnya. Aktivitas politik PI tidak saja dilakukan di Belanda dan Indonesia, tetapi juga dilakukan secara internasional. 

Mahasiswa secara teratur melakukan diskusi dan melakukan kritik terhadap pemerintah Belanda. PI juga menuntut kemerdekaan Indonesia dengan segera. Dengan demikian, jelaslah bahwa Perhimpunan Indonesia merupakan manifesto politik pergerakan Indonesia karena Perhimpunan itu lahir di negeri asing yang saat itu menjadi penjajah Tanah Hindia. Dari tempat penjajah itulah perkumpulan pemuda terpelajar itu berhasil mengobarkan semangat dan panji-panji kemerdekaan Indonesia. Jelaslah bahwa para pemuda Indonesia tidak takut untuk membela dan berjuang untuk kemerdekaan tanah airnya dengan segala risikonya. 

2. Partai Komunis Indonesia (PKI) 

Istilah komunis, berasal dari bahasa Latin “comunis” yang artinya “milik bersama”. Istilah ini berakar dari pemikiran Karl Marx dan Lenin. Dalam perkembangannya, komunis terbagi menjadi dua aliran, yaitu aliran sosial demokrat yang disebut juga sosialisme serta aliran komunisme ajaran Marx dan Lenin. 

Aliran yang pertama bertujuan membentuk pemerintahan demokratis parlementer dengan pemilihan. Sedangkan yang kedua “Komunisme Marx” yang menjadi dasar perjuangan Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung adalah komunisme “Diktator Proletar” yang menolak sistem demokrasi parlementer. 

Pada tahun 1913, H.J.F.M. Hendriek Sneevliet, bekas anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Negeri Belanda, tiba di Jawa sebagai sekretaris serikat dagang perusahaan Belanda. Tahun berikutnya ia mendirikan perkumpulan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) bersama dengan Bergsma, Brandstander, dan H.W. Dekker. Tujuannya adalah menyebarkan Marxisme. Semula, anggotanya hanya orang-orang Belanda saja, seperti Cramer, Van Gelderen, dan Strokis. 

Demi kemajuan perkumpulan, Sneevliet mendekati Sarekat Islam Cabang Semarang yang dipimpin Samaun dan Darsono. Pendekatan itu berhasil dengan baik. Samaun dan Darsono dipengaruhi dan masuk sebagai anggota ISDV. PKI sendiri berdiri pada tahun 1920 dengan Semaun sebagai ketuanya. 

Dalam perjuangannya, PKI menggunakan strategi garis komunis internasional, yaitu dengan melakukan penyusupan ke dalam tubuh partai-partai lain. Tujuannya agar organisasi lain terpecah belah dan anggotanya beralih menjadi anggota PKI sehingga kelak mereka dapat membentuk negara komunis. Salah satu organisasi yang disusupi PKI adalah Sarekat Islam. Hal itu mungkin karena Sarekat Islam memperkenankan adanya keanggotaan rangkap, sehingga timbul SI putih dan SI merah (telah disusupi ISDV atau PKI). 

PKI yang sebagian besar anggotanya adalah kaum buruh sejak semula sudah sadar bahwa pemerintah Belanda selalu menindas rakyat, termasuk kaum buruh. Untuk itu, setiap ada kesempatan, PKI selalu melakukan pemogokan dan kekacauan, dengan puncak berupa pemberontakan. 

Pemberontakan PKI meletus pada tahun 1926 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, kemudian meluas ke Sumatra pada tahun 1927. Akan tetapi, pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga banyak anggota PKI yang ditawan dan sebagian dibuang ke Tanah Merah dan Digul, Irian Barat. Di antara mereka terdapat Aliarkham dan Sarjono, 110 sementara Alimin dan Muso berhasil melarikan diri ke luar negeri. 

3. Partai Nasional Indonesia (PNI) 

Partai Nasional Indonesia merupakan perkembangan dari kelompok belajar (Algemeene Studie Club). Rapat yang dihadiri Sukarno, Cipto Mangunkusumo, Suyudi, dan beberapa mantan anggota Perhimpunan Indonesia, di antaranya Iskaq Cokroadisuryo, Budiarto, dan Sunario, berhasil membentuk organisasi pergerakan baru yang dinamakan Partai Nasional Indonesia (PNI). 

PNI ini sangat terpengaruh oleh Perhimpunan Indonesia. Tujuan didirikannya PNI adalah kemerdekaan Indonesia. Ideologi partai ini dikenal dengan istilah Marhaenisme, yaitu suatu ideologi kerakyatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat sejahtera yang merata. Adapun perjuangan PNI didasarkan pada trilogi perjuangan, yaitu kesadaran nasional, kemauan nasional, dan perbuatan nasional. 

Dengan trilogi perjuangannya ini, PNI berhasil menghimpun partai-partai lain ke dalam suatu organisasi bersama, yaitu Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PNI bersama partai lain dalam PPPKI melakukan propaganda untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. 

Tindakan PNI itu tentu saja menggusarkan pemerintah Belanda. Oleh karena itu, pemerintah Belanda melakukan tindakan keras dengan menggeledah markas PNI dan menangkap para tokohnya. Dalam peristiwa penangkapan yang terjadi pada 28 Desember 1929 itu, pemerintah Belanda berhasil menangkap Sukarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. 

Mereka kemudian diajukan ke pengadilan kolonial. Dalam sidang di pengadilan kolonial Bandung, Sukarno dan kawanˇkawannya didampingi pembela, yaitu Sastro Mulyono, Sartono, dan Suyudi, yang juga merupakan anggota PNI. Dalam sidang itu, Sukarno menyampaikan pembelaannya yang diberi judul Indonesia Menggugat. Di sana, Soekarno mengungkapkan bahwa pergerakan di kalangan rakyat bukanlah hasil dari hasutan, melainkan reaksi yang wajar dari kaum tertindas yang ingin merdeka. Namun, meskipun pengadilan tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhannya, Sukarno dan kawan-kawan tetap dijatuhi hukuman penjara. 

4. Partai Indonesia (Partindo) 

Partai Indonesia (Partindo) didirikan di Jakarta pada 30 April 1931. Pendirian partai ini merupakan hasil keputusan Sartono sewaktu ia menjabat ketua PNI-Iama menggantikan Sukarno yang ditangkap pemerintah Belanda pada tahun 1929. Sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo yang memiliki tujuan pokok sama dengan PNI-lama, yaitu mencapai Indonesia merdeka dengan menjalankan politik nonkooperatif terhadap pemerintahan Belanda. 

Tindakan Sartono ini mendapat reaksi keras dari anggota PNI-lama, di antaranya Moh. Hatta dan Sutan Syahrir, serta golongan yang tidak menyetujui dengan pembubaran ini. Mereka membentuk Golongan Merdeka dan menjadi organisasi baru bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-baru). Partindo dan PNI-baru pun bersaing dalam memperoleh simpati rakyat. 

Setelah Sukarno dibebaskan dari Penjara Sukamiskin pada tahun 1932, ia bertekad menyatukan kembali PNI-baru dengan Partindo. Akan tetapi, usahanya mengalami kegagalan sehingga ia akhirnya memutuskan untuk memilih Partindo karena organisasi tersebut lebih sesuai dengan pribadinya dan menawarkan kebebasan untuk mengembangkan kemampuan agitasinya. Ia mengumumkan keputusannya tersebut pada 1 Agustus 1932. 

Jumlah anggota Partindo tahun 1932 meningkat cukup pesat karena daya tarik Sukarno. Akan tetapi, kewibawaannya telah menurun dibandingkan saat ia memimpin PNI-lama. Pendapatˇpendapatnya sering kali ditentang oleh pengurus Partindo lainnya dan peranannya lebih terbatas di Partindo Cabang Bandung. Meskipun demikian, usul Sukarno untuk mengganti nama Partindo menjadi PNI (Partai Nasional Indonesia) mendapat dukungan dari banyak anggota. Meskipun mendapat banyak dukungan, usul tersebut menemui kegagalan, tetapi konsepnya tentang Marhaenisme dan sosio-ekonomi diterima partai. 

Sejak Sukarno memilih Partindo, maka PNI-baru berjuang sekuat tenaga untuk menarik simpati rakyat. Antara kedua organisasi ini kadang terjadi saling ejek-mengejek. Pemimpin Partindo seperti Sartono dan Sujudi dinilai sebagai kaum borjuis nasionalis yang menentang kapitalisme Barat tetapi mendukung kapitalisme Indonesia. Gerakan Swadesi Partindo juga mendapat kritikan. 

Menurut Hatta dan Syahrir, kaum nasionalis harus bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Aktivitas Partindo juga dihambat oleh pemerintah Hindia Belanda. Meskipun mendapat pembatasan-pembatasan dan pelarangan, tokoh-tokoh Partindo tidak pernah menggubrisnya. Lewat majalah Pikiran Rakjat dan Soeloeh Indonesia Moeda, mereka melancarkan kritik pedas tentang situasi ekonomi, sosial, dan mengejek tindakan imperialisme Belanda. 

Melihat hal itu, Gubernur de Jonge menjalankan kewenangan gubernur jenderal, yaitu exorbitante rechten, membuang aktivis pergerakan yang dianggap membahayakan ketenteraman negara. Sukarno kemudian dibuang ke Ende (Flores). Penangkapan Sukarno dan larangan mengadakan rapat oleh pemerintah memberikan pengaruh kepada partai ini. Pada tahun 1936, pengurus Partindo mengumumkan pembubaran dirinya. 

Pembubaran ini atas ide Sartono yang menggantikan kedudukan Sukarno sebagai ketua. Golongan yang tidak setuju kemudian mendirikan Komite Pertahanan Partindo di Semarang dan Yogyakarta untuk menghambat pembubaran itu, tetapi tidak berhasil. Akhirnya, tahun 1937, partai tersebut benar-benar bubar dan sebagian besar anggotanya masuk dalam Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo sedikit berbeda dengan Partindo, yaitu menjunjung asas kooperatif terhadap Belanda.

Please wait 59 sec.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Metode Radikal pada Pergerakan Kebangsaan Indonesia "

Post a Comment