Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa

Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa

Pada bulan Mei 1811 Daendels dipanggil Kaisar Napoleon untuk kembali ke Belanda. Kedatangan gubernur jenderal yang baru pengganti Daendels membawa angin segar bagi raja-raja Jawa. Karakter gubernur jenderal yang baru ini berbanding terbalik dengan Daendels sehingga cepat mendapatkan simpati di lingkungan yang dipimpinnya. Jan Willem Janssens memang mempunyai karakter yang jujur, kebapakan, dan sabar.

Janssens memerintah sejak tanggal 6 Mei 1811 dan tidak lagi memusatkan perhatian kepada raja-raja Jawa tetapi pada mempersiapkan strategi dan infrastruktur pertahanan Jawa dalam rangka menghadapi invansi pasukan Inggris yang sudah semakin dekat.

Karena hubungan yang baik dengan raja-raja Jawa Janssens meminta bantuan militer kepada raja-raja Jawa, termasuk juga Kesultanan Yogyakarta. Selain bantuan militer Janssens tidak meminta bantuan dalam bentuk apa pun. Sikap Janssens ini dipertahankan sampai ia menandatangani Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811 dan menyerahkan wilayah koloni Jawa kepada Inggris.

Untuk menghadapi Belanda di Jawa, Inggris sudah bersiap di Malaka dengan kekuatan 12.000 serdadu terlatih yang didatangkan langsung dari resimen-resimen garis depan, batalion-batalion Sepoy Benggala dan pasukan artileri berkuda dari Madras.

Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang isinya Inggris siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang berkaitan antara raja-raja Jawa dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja, Raffles juga berkirim surat kepada Sultan Sepuh dan berjanji akan memulihkan martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya sebagai raja. 

Para raja Jawa itu juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa pun dengan rezim Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu seakan-akan Inggris berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya surat itu pupus sudah harapan Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk meminta bantuan raja-raja Jawa, walaupun hanya berupa tentara untuk melawan Inggris. 

Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara warisan Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk mengorganisasi pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara. Pada 3 Agustus 1811 tentara Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di Jawa. Ada 81 kapal baik kapal angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di Cilincing, dan pada 8 Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.

Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris yang dahsyat tidak dapat dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara Belanda dibuat berantakan sehingga 50 persen serdadu Eropa dan Ambon tewas. Tentara bantuan dari Jawa dan Madura juga 80 persen tewas.

Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara sebagai nama daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban pertempuran mati di rawa-rawa secara bertumpuk-tumpuk.

Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan 500 serdadu korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan pusat pertahanan dan pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi kekuatan militernya. Tetapi karena ia sudah banyak kehilangan tentara di Meester Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris yang mendaratkan pasukannya pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani Kolonel Samuel Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.

Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya di Jatingaleh dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-sekutu Jawanya (prajurit Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan dengan telak, karena sebagian besar dari tentara campuran itu melarikan diri. Tapi Janssens tidak begitu mudah menyerah. Ia mundur ke Salatiga untuk kembali menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris mendarat di Semarang Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke Surabaya dan berada di sana.

Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan sisa- sisa tentara Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan Kali Tuntang Janssens dengan terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerah. Isi perjanjian Tuntang yaitu:

  1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda Kecil) diserahkan kepada Inggris.
  2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
  3. Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam pemerintahan Inggris. Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang Belanda.

Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan bahwa semua pejabat sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk terus bekerja demi melayani pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-orang inilah agaknya Raffles mendapatkan informasi bahwa Sultan Sepuh adalah raja Jawa yang suka membangkang terhadap kekuasaan asing di Jawa. Sementara itu para  pejabat militer yang menjadi tawanan perang dan dikirim ke Benggala. Sejak saat itu, rezim Inggris menancapkan hegemoninya di tanah Jawa di bawah komando Raffles.

Please wait 59 sec.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konflik Inggris Dengan Belanda Memperebutkan Pulau Jawa"

Post a Comment